Sopir taksi konvensional bernama Kadek Eka P melakukan aksi pemalakan terhadap 2 turis wanita asal Singapura hanya karena menumpang taksi online di Canggu, Bali. Kadek begitu garang saat beraksi, namun seketika lesu usai ditangkap polisi. Aksi Kadek memalak dua turis Singapura di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung itu viral di media sosial pada Selasa (20/6). Kadek meminta kedua turis wanita tersebut menyetor Rp 150 ribu lantaran menggunakan jasa taksi online.
“Kamu kasih Rp 150 (ribu), saya kasih jalan,” ujar pria itu saat memalak turis. Kadek sendiri begitu arogan pada saat memalak kedua turis itu. Sementara turis tersebut langsung menjelaskan bahwa dia akan terlambat tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai. “Itu masalah Anda, bukan masalah saya,” timpal Kadek yang tidak mau peduli.
Kadek lantas menjelaskan bahwa Canggu adalah wilayah untuk angkutan konvensional. Dengan dalih itulah Kadek meminta turis mengikuti kemauannya. “Keluar keluar keluar. Kamu nggak menghargai kami. Kita ke kantor desa aja. Kita selesaikan di sana,” pungksanya.
Kadek Dibekuk Polisi, Wajahnya Seketika Lesu. Kadek sendiri langsung dibekuk kurang dari 24 jam setelah ia memalak turis. Kadek pun seketika lesu saat dihadirkan ke Mapolres Badung. Kadek ditangkap di kawasan Padang Linjong, Desa Canggu. Polisi membenarkan video dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Kadek terjadi di Canggu pada Selasa (20/6/2023) sekitar pukul 10.00 Wita.
“Kami dapat info itu, lalu kami menyelidiki dan mencari terduga pelaku. Kurang dari 24 jam atau pukul 17.00 Wita, pelaku diamankan di Padang Linjong,” terang Kapolres Badung AKBP Teguh Priyo Wasono kepada wartawan, Rabu (21/6).
AKBP Teguh mengatakan Kade memeras turis Rp 150 ribu ke turis bernama Calysta. Korban pun terpaksa memberikan Rp 100 ribu. Korban sudah kembali ke negaranya. Kami terus komunikasi dengan korban,” sambung Teguh. Raut wajah Kadek tidak lagi segarang seperti saat ia memalak penumpang taksi online tersebut. Dia terlihat lesu tidak bersemangat saat dihadirkan di Mapolres Badung, Rabu (21/6) sore.
Dengan wajah lesu Kadek meminta maaf atas ulahnya. Dia mengaku menyesal atas perbuatannya.
“Saya menyesal dan saya tidak akan mengulangi, dan saya mohon maaf kepada masyarakat Bali,” kata Kadek. “Apa yang saya lakukan, merusak citra pariwisata,” ucap Kadek.
Kadek ternyata baru empat bulan jadi sopir mobil pangkalan di Canggu, Kuta Utara, Badung. Dia memeras turis yang naik taksi online karena ingin cepat dapat penumpang. “Desa tidak ada istilah melegalkan (transportasi pangkalan),” tutur AKBP Teguh. Teguh memastikan taksi online boleh menjemput atau mengantar penumpang ke Canggu.
“Tidak ada larangan,” tuturnya.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta turut buka suara terkait kasus ini. Dia menegaskan tidak ada larangan bagi angkutan berbasis aplikasi atau ojek online (ojol) untuk beroperasi atau melintas di wilayah yang ada ojek pangkalannya (opang).
“Tidak ada (larangan untuk ojek online beroperasi di mana pun). Artinya, dia (ojek pangkalan) resmi, ya dia harus bekerja sama (dengan ojek online) untuk bisa menaikkan penumpang,” kata Samsi Gunarta. “Kalau dia (ojek online) memang memasuki daerah (wilayah operasional) ojek pangkalan, ya dia diwajibkan untuk bekerja sama dengan (ojek) pangkalan,” tambah Samsi.
Menurut Samsi, opang di Bali bermasalah sejak dahulu. Penyebab utamanya para opang tidak mematuhi regulasi tentang angkutan umum. Akibatnya, sering terjadi perselisihan antar opang dan menetapkan tarif seenaknya sendiri. Seharusnya, opang harus memiliki pihak yang mengelola pangkalan ojeknya, bukan pengemudinya.
“Awalnya karena memang mereka (opang) tidak menggunakan regulasi yang ada, permasalahan sudah sejak dahulu. Jauh sebelum (ojek) online ada kan sudah ada masalah. Tapi karena praktiknya tidak bagus, tidak terkelola dengan baik, akhirnya ada masalah,” jelasnya.
Samsi mengimbau pengelola dan pengemudi ojek pangkalan untuk melegalkan diri dengan mengurus izin penetapan pangkalan. Dengan begitu, para ojek dapat mengangkut penumpang di area wisata secara legal. “Jadi, ojek (pangkalan) harus kolaborasi. Nggak boleh main masing-masing. Kalau memang dia main sendiri, risikonya ya begitu. Online-nya nggak tahu, dia (ojek pangkalan) menetapkan (harga tarif) sendiri. Jadinya, kacau,” jelas Samsi.