Category Archives: korupsi

PNS Bengkulu Jual Anaknya Untuk Jadi PSK

Seorang PNS berinisial T (42) di Bengkulu menjadikan anaknya pekerja seks. Ia menjajakan Y (22) ke pria hidung belang di rumah dengan imbalan Rp 250 ribu. Kapolres Bengkulu Selatan, AKBP Florentus Situngkir mengungkapkan T menyuruh anaknya Y melayani tamu di rumahnya sendiri. Bisnis haram itu tercium oleh warga sekitar dan melaporkannya ke polisi.

Florentus mengatakan T ditangkap pada Rabu (21/6) dinihari setelah polisi melakukan penyelidikan dan menggerebek rumah tersebut. Pada saat penggerebekan, petugas menemukan korban sedang bersama dengan seorang pria di dalam kamar.

“Seorang ibu tega menjual anaknya ke pria hidung belang. Anaknya diperdagangkan sebagai pekerja seks komersil di rumah tersangka sendiri,” terang Florentus.

Dalam aksi itu, diketahui korban Y hanya mendapatkan imbalan sebesar Rp 250 ribu untuk satu tamu. Hingga kini polisi masih memeriksa tersangka T untuk mengetahui sudah berapa lama prostitusi dengan korban anak kandung sendiri ini berlangsung. Florentus menyebut pelaku merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan. “Tersangka ini juga berprofesi sebagai pegawai negeri sipil,” lanjut Florentus.

Atas tindakannya tersebut, tersangka T dijerat Pasal 2 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 296 KUHP dan/atau Pasal 506 KUHP. Tersangka kini masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Bengkulu Selatan.

PNS Bunuh Selingkuhan Seorang Janda Polisi

Siang baru saja beranjak, Nuryanti (42) tiba-tiba terbesit menelepon Subandi Hari Prasetya. Nuryanti memberi kode minta dijemput kekasihnya itu karena badannya pegal dan ingin dipijat. Nuryanti dan Subandi merupakan pasangan selingkuh. Nuryanti berstatus janda anak satu dari suami seorang pensiunan polisi dan tinggal di Desa Penarukan, Kepanjen, Kabupaten Malang.

Sedangkan Subandi adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Kesbangpol Pemkab Malang. Saat itu, ia menjabat sebagai Kepala Seksi Pengawasan Kebangsaan dan HAM. Keduanya saling kenal sejak 2 tahun terakhir.

Hubungan asmara terlarang sejoli ini juga kerap pasang surut. Ini karena Subandi merupakan sosok temperamen. Nuryanti bahkan pernah menyuruh Subandi meninggalkan dirinya dan mencari perempuan lain. Meski kerap cekcok, keduanya selalu berakhir akur kembali. Kali ini, Nuryanti yang berinisiatif menghubungi Subandi dan meminta dijemput di rumahnya.

Subandi lalu menjemput Nuryanti dan mengajak ke rumahnya di Desa Batur dengan mengendarai Daihatsu Taft nopol N 835 DB. Sesampai di Gondelanglegi, keduanya menyempatkan makan di sebuah warung sate. Setelah kenyang, keduanya langsung meluncur ke Desa Batur. Mereka tiba di rumah sekitar pukul 12.00 WIB. Di situ Subandi dan Nuryanti sempat berbincang-bincang. Selanjutnya keduanya masuk kamar dan melakukan hubungan badan.

Petaka berawal dari sini. Saat asyik berhubungan badan, Subandi hendak mencium Nuryanti. Namun Nuryanti memalingkan muka. Subandi kecewa berat dan menilai layanan Nuryanti tak memuaskan. Sedangkan ia telah mengeluarkan uang tak sedikit untuk Nuryanti. Tanpa pikir panjang, Subandi lalu mengambil sekop yang ada di bawah tempat tidur. Alat itu lantas dihantamkan ke kepala Nuryanti hingga tiga kali. Belum puas, Subandi lalu mencekik dan memukul dengan tangan kosong ke wajah Nuryanti beberapa kali.

Darah pun mengucur membasahi wajah Nuryanti yang masih dalam keadaan tanpa busana. Nuryanti yang sekarat selanjutnya dibungkus terpal dan diseret ke dalam mobil.

Pembunuhan yang dilakukan Subandi pada Rabu, 3 Maret 2013 ini ternyata sudah direncanakan. Sebab pada bulan Februari 2013 atau tiga minggu sebelumnya, ia telah memesan liang lahat di tempat pemakaman umum (TPU) Desa Batur ke Suyadi, penggali makam setempat.

Liang lahat ini memang khusus disiapkan Subandi untuk mengubur Nuryanti jika cekcok lagi. Namun saat itu, Subandi mengaku ke Suyadi bahwa liang hendak digunakan untuk ritual. Usai menggali liang lahat itu, Suyadi diberi upah Rp 50 ribu.

Mayat Nuryanti kemudian dibawa ke TPU oleh Subandi. Untuk menuju ke liang lahat, Subandi menyeret mayat sejauh 50 meter. Selanjutnya mayat dikubur Subandi seorang diri.

Setelah mengubur, Subandi lalu pergi ke sebuah gua di Desa Sumberbening. Di sana, ia membuang barang-barang milik Nuryanti dan barang-barang yang terkena ceceran darah. Keesokan harinya, ia menghubungi Suyadi dan meminta untuk merapikan kuburan Nuryanti seusai magrib. Saat merapikan kuburan itu, Suyadi tak tahu bahwa dalam lubang telah ada mayat Nuryanti. Saat itu, Suyadi hanya mengerjakan sesuai perintah Subandi saja tanpa ada kecurigaan apapun.

Pembunuhan Nuryanti baru terungkap pada Minggu, 10 Maret 2013. Saat itu, warga setempat curiga dengan adanya gundukan makam baru. Padahal dalam beberapa hari ini tak ada warga yang meninggal dunia. Terlebih makam juga tanpa nisan.

Kecurigaan warga itu langsung dilaporkan ke polisi. Kuburan tanpa nisan itu kemudian dibongkar. Benar saja, petugas dan warga menemukan sesosok jenazah perempuan tanpa busana dengan muka yang sudah hancur. Sedangkan perhiasannya masih menempel di badan.

Jenazah selanjutnya dievakuasi ke Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang untuk diautopsi. Dari situ, polisi mendapatkan petunjuk identitas melalui sidik jari bahwa jenazah adalah Nuryanti. Polisi selanjutnya melakukan penyelidikan dan mendapatkan informasi keluarga bahwa korban memang hilang. Korban diketahui terakhir kali keluar bersama Subandi. Tanpa perlawanan, Subandi akhirnya diringkus di rumahnya.

Senin, 29 Juli 2013, majelis hakim Pengadilan Negeri Kepanjen menjatuhkan vonis terhadap Subandi dengan hukuman 18 tahun penjara. Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP. Vonis yang dijatuhkan lebih ringan setahun dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 19 tahun pidana penjara.

Profesor Hukum National University of Singapore Dituduh Menerima Suap Seks Dari Mahasiswinya Untuk Dapat Nilai A

Profesor Hukum dari National University of Singapore bernama Tey Tsun Hang kini harus berhadapan dengan Komisi Anti-Rasuah Singapura (CPIB). Tuduhannya adalah gratifikasi seksual demi nilai bagus kepada mahasiswi.

Pria 41 tahun itu sudah diperiksa sejak April 2012, dan kini ia berstatus tahanan. Tapi sejumlah koleganya telah menebus profesor Tey dengan jaminan, sehingga ia bisa keluar.

Kisah Tey dan mahasiswinya Darinne Ko Wen Hui kini jadi bahan pembicaraan di negeri mini itu. Menurut polisi yang awalnya menyelidiki kasus ini, kasus Tey merupakan yang pertama kali terjadi di Singapura.

Hubungan terlarang itu justru diungkap oleh sang mahasiswi sendiri. Darinne Ko Wen Hui bercerita kepada sahabatnya bahwa ia mendekati Prof Tey demi nilai yang lebih baik. Sebab untuk bekerja di salah satu firma hukum terbaik di Singapura, sarjana hukum harus lulus paling tidak meraih nomor dua terbaik.

Pengacara kriminal Ravinderpal Singh menuturkan jaksa menjatuhkan satu dakwaan untuk tiap kali Profesor bercinta dengan Darinne Ko Wen Hui. Meskipun, Darinne Ko Wen Hui hanya mendapatkan satu nilai A dari sang Profesor. Memang dikabarkan mahasiswi dan Profesor tidak hanya sekali bercinta.

Alasan kenapa Profesor ditangani Komisi Antikorupsi adalah kasus tersebut masuk kategori rasuah. Menurut Singh, korupsi tidak sekadar soal uang, tapi bisa dalam bentuk hadiah dan berhubungan seksual.

Adapun sang mahasiswi diketahui kini bekerja di sebuah firma hukum lokal. Beberapa temannya menyebut mahasiswi tersebut adalah orang yang bersemangat dan sangat ambisius.

Kini Prof Tey menjalani cuti panjang yang dimulai Agustus 2012. Menurut pihak fakultas, cuti tersebut memang sudah diajukan lama, jauh sebelum kasus ini mencuat. Ketakutan akan nilai jelek membuat mahasiswi hukum National University of Singapore rela menjual harga dirinya. Ia mau bercinta dengan profesor selama beberapa kali untuk memastikan meraih nilai tugas yang tinggi.

Sebenarnya kejadian memalukan ini tak akan terungkap kalau sang mahasiswi Darinne Ko Wen Hui tidak bercerita kepada temannya. Tapi karena temannya itu kemudian bercerita lagi ke orang lain, akhirnya polisi pun ikut sibuk mengungkap kisah asusila yang terjadi pada 2011 itu.

Kala itu mahasiswi Darinne Ko Wen Hui berusia 23 tahun tersebut masih duduk di tingkat empat. Profesor memang tak meminta jatah hubungan intim karena mahasiswinyalah yang menawarkan. Darinne Ko Wen Hui ketakutan mendapatkan nilai tugas jelek, sehingga akan menurunkan kesempatanya direkrut firma hukum terbaik.

Lalu datanglah ide untuk tukar-menukar hubungan intim dengan nilai. Tampaknya itu jadi tawaran menarik, sehingga pasangan ini melakukannya lebih dari sekali hingga akhirnya ia lulus dan mendapat gelar sarjana hukum.

Kini ketika kasusnya terungkap, profil Darinne Ko Wen Hui di Internet tampaknya mulai dihapus. Ketika reporter berusaha melacak di akun Facebook maupun biodata dari Darinne Ko Wen Hui, tak ada satu pun keterangan yang bisa diperoleh. Adapun kepolisian meyakini bahwa kasus ini pertama kalinya terjadi di Singapura

Nama Profesor Tey Tsun Hang kini jadi populer bagi warga Singapura. Bukan karena karya yang fenomenal, tapi skandal seksual.

Pria 41 tahun itu kini berstatus tahanan Komisi Anti-Korupsi Singapura (CPIB). Tuduhannya cukup memalukan bagi pria pengajar hukum ini, gratifikasi seksual atau berhubungan intim dengan janji-janji sesuatu.

Kasusnya menyangkut karier akademis di National University of Singapore (NUS). Prof Tey telah berhubungan intim dengan mahasiswinya yaitu Darinne Ko Wen Hui dengan imbalan nilai A. Kisah terlarang yang terjadi tahun lalu itu tidak akan terungkap kalau sang mahasiswi tidak menceritakan hubungannya ke sejumlah teman.

Kini tak hanya kariernya yang terancam, tapi perkawinannya dengan seorang perempuan Jepang pun jadi tanda tanya. Tey memutuskan untuk cuti tahunan dan tidak bisa dihubungi. Ketika The Strait Times menyambangi rumahnya, tidak ada yang membukan pintu.

Profesor Tey adalah mantan pengacara kondang sebelum menjadi akademisi. Setelah lulus dari Universitas King College dan St Hugh College, Oxford. Lalu dia menjadi asistan profesor di NUS. Tey juga bergabung dalam layanan hukum sebagai panitera kehakiman.

Ia kemudian ditunjuk menjadi seorang hakim distrik dan juga menjadi penasihat negara dalam Undang-Undang Kamar Dagang. Hingga akhirnya Tey terjun di dunia akademisi murni sejak 1990-an. Ia dikenal oleh mahasiswa sebagai sosok yang cerdas dan seseorang yang bisa membuat ramai suasana belajar mengajar.

Polisi Temukan 150 Butir Peluru Milik Iswahyudi Ashari Tersangka Penodongan Senpi Di Cork dan Screw

Tersangka penodongan senpi kepada karyawan Cork and Screw, Iswahyudi, kedapatan memiliki 150 butir peluru tajam. Padahal, tiap warga sipil hanya boleh memiliki maksimal 50 butir per 1 senjata. “Maksimal 50 butir, tapi yang kita temukan 150 butir, nanti kita akan perdalam dulu masalahnya,” ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (5/5/2012).

Saat disinggung soal hukuman kepada Iswahyudi, Polisi masih memperdalam perizinan peluru itu. Jika terbukti ilegal maka hukuman di atas 5 tahun akan menanti Iswahyudi. “Kalau terbukti ilegal maka hukumannya di atas 5 tahun. Sekarang kita cari dulu keberadaan izinnya mulai dari shooting clubnya dan lain-lain,” pungkasnya. Rikwanto menambahkan, tiap warga sipil hanya diperbolehkan memiliki 2 senjata api. Kepemilikan senjata api juga harus jelas tujuannya. “Harus jelas tujuannya, misalnya untuk membela diri atau untuk ikut klub menembak,” terangnya.

Pihak kepolisian Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan rumah Iswahyudi Ashari di Jalan Sanur, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dari penggeledahan tersebut, polisi menemukan 2 jenis senjata api beserta surat izinnya. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa salah satu senjata api milik Iswahyudi sudah habis masa berlaku izinnya.

“Kita juga temukan surat-surat kepemilikan senjata api. Untuk senjata api peluru tajam, jenisnya baretta terdaftar sampai bulan Desember 2012. Sedangkan senjata api peluru karet ijinnya sudah habis tertanggal bulan Februari 2012,” ujar Rikwanto, kabid Humas Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (5/5/2012).

Sementara itu, untuk megetahui senjata jenis apa yang digunakan oleh Iswahyudi, Polisi akan melakukan konfrontasi dengan 3 orang pegawai cafe tersebut. “Terkait kasus penodongannya apakah menggunakan senjata api, kita akan konfrontasi dengan 3 karyawan cafe tersebut,” jelas Rikwanto. seperti diberitakan, Iswahyudi diamankan polisi saat berada di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Dia kemudian digelandang polisi ke kediamannya di Jalan Sanur, Kelapa Gading, Jakarta utara untuk mengikuti proses penggeledahan.

Dia dilaporkan karena mengancam dan mengeluarkan pistol ke arah Bobby saat protes atas tagihan makanan. Soal keterangan Bobby, Iswahyudi sudah membantah. Sementara pengacaranya Muara Karta menyebut pistol milik kliennya tidak dibawa saat makan di Plaza Indonesia. “Pas kejadian itu tidak bawa senjata api,” tegasnya.

Bobby melaporkan Iswahyudi pada 19 April 2012 lalu. Laporan Bobby ke Polda tercatat dengan nomor LP/1320/IV/2012/PMJ/Ditreskrimum. Pengusaha ini dilaporkan atas tuduhan pasal 336 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP tentang pengancaman dan perbuatan tidak menyenangkan. Polisi terus mengembangkan penyidikan kasus penodongan senjata api di Plaza Indonesia oleh Iswahyudi. Terbaru, polisi menemukan 2 jenis senjata api di rumah Iswahyudi, Kelapa Gading.

“Dari laporan pelapor atas nama Bobby, kita langsung melakukan pemeriksaan terhadap terlapor, dan kita temukan 2 senjata api. 1 jenis senjata api peluru karet, lalu satu lagi senjata api jenis peluru tajam, lalu ada juga pemantik api meyerupai senjata,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Rikwanto kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (5/5/2012).

Tak hanya senjatanya, polisi juga menemukan peluru karet dan tajam. Jumlahnya mencapai ratusan buah. “Ditemukan juga beberapa peluru karet dan ada 150 peluru tajam. untuk peluru ditemukan di rumahnya. Senjata api juga didapatkan dirumahnya,” jelas Rikwanto. Sebelumya diberitakan, penggeledahan dilakukan dengan disaksikan langsung Iswahyudi. Pengusaha itu dijemput dari kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain menggeledah rumah, polisi juga menggeledah mobil Mercedes Benz milik Iswahyudi.

Mobil yang kini diamankan di halaman Mapolda Metro Jaya digeledah selama 45 menit. Tidak ditemukan pistol yang dicari polisi. “Senjata apinya belum ditemukan masih kita lakukan pencarian,” ujar Toni. Usai mengikuti penggeledahan, Iswahyudi langsung digelandang ke Mapolda. Tiba pukul 00.10 WIB, Sabtu (5/5), dia membantah mengeluarkan senjata untuk mengancam karyawan. Menurutnya senjata yang dikeluarkan di meja bartender hanyalah pemantik api.

Usai menjalani pemeriksaan selama 6 jam, Iswahyudi Ashari keluar dari gedung Ditreskrimum Mapolda Metro Jaya. Namun, Iswahyudi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, bungkam saat ditanya mengenai materi pemeriksaan. “Jangan sekarang deh, saya enggak boleh ngomong sama penyidik. (tanya) sama pengacara saja,” kata Iswahyudi kepada detikcom, Sabtu (5/5/2012).

Iswahyudi tampak ditemani pengacaranya Muara Karta dan sejumlah kerabatnya. Mereka berjalan ke bagian piket unit kejahatan dan kekerasan (Jatanras) di Ditreskrimum. Soal pemeriksaan ini, pengacaranya juga tutup mulut. “Nanti saja masih ada urusan lain,” jawabnya. Iswahyudi ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Bobby Doputty yang mengadukannya karena tindakan pengancaman dan perbuatan tidak menyenangkan. Bobby adalah karyawan restoran Cork and Screw di Plaza Indonesia.

Saat terlibat cek-cok, Iswahyudi kata Bobby mengeluarkan senjata api. Namun Iswahyudi membantahnya. Menurutnya pistol yang diletakkan di meja bartender adalah pemantik api untuk menyalakan rokok.

Memburu Harta Karun 60 Milyar Milik Pegawai Pajak Dhana Widyatmika

Wajah laki-laki muda itu sangat pucat. Pria yang mengenakan baju batik cokelat itu terlihat sangat sedih. Bahkan shock. Ia hanya diam menunggu penyidik Kejagung membuat surat penahanan terhadap dirinya.

Pria muda itu adalah Dhana Widyatmika, mantan pegawai pajak yang menjadi tersangka kasus korupsi dan pencucian uang. Jumat, 2 Maret 2012 malam hari, Kejagung memutuskan untuk menahan Dhana setelah memeriksanya dua kali. Ia ditahan selama 20 hari.

“Penahanan dilakukan mulai tanggal 2 sampai 21 Maret 2012. Malam ini sudah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman kepada majalah detik.

Pada 17 Februari 2012, Kejagung telah menetapkan Dhana sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang. Namun, anehnya Dhana baru diperiksa pertama kali pada Kamis, 1 Maret 2012.

Dhana tiba di Kejagung pukul 07.00 WIB, tiga jam sebelum jadwal pemeriksaan. Setibanya di Gedung Bundar, Dhana disuguhi air mineral dalam gelas kemasan. Namun suguhan itu tak diminumnya. Kamis 2 Maret 2012, itu ia sedang puasa. Dia memang terbiasa puasa Daud.

Hari itu, Dhana diperiksa Kejagung untuk pertama kalinya. Ia dijerat Pasal 3, 5, 11, 12ab, dan 12 B ayat 1 dan 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang korupsi dan pasal 3 dan undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang. Dhana juga telah dicekal selama 6 bulan.

Kejagung mengklaim ihwal penyidikan kasus ini bermula dari laporan masyarakat. Laporan itu diterima pada akhir tahun 2011. Kejagung menerima data pendukung dari Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) tentang transaksi tidak wajar di rekening pribadi milik Dhana. “Laporan itu hanya dipakai sebagai informasi penegak hukum untuk menindaklanjuti,” kata Jaksa Agung Basrief Arief.

Menurut data yang dilansir Kejagung, selama 2005 hingga 2011, diketahui adanya transaksi uang antara Rp 500 juta hingga Rp 1,9 miliar ke rekening Dhana. Beberapa rekening sudah diblokir, ada yang di Bank Mandiri, BCA, Bukopin, BNI dan Bank Mega.

Kejagung menduga Dhana melakukan penyimpangan selama menjadi Account Representative (AR) di Kantor Pajak. AR hampir mirip tugasnya dengan customer service di bank. Sebagai AR, Dhana bertugas menangani pemeriksaan pajak sampai keberatan di Pengadilan Pajak.

Direktur Penyidik pada Jampidsus Kejagung, Arnold Angkow, mengatakan, setidaknya ada enam perusahaan wajib pajak yang dicurigai menjadi sumber uang yang masuk ke rekening Dhana. Enam perusahaan ini merupakan wajib pajak yang ditangani Dhana.

Uang dari wajib pajak itu diduga lantas dipergunakan Dhana untuk berbisnis, antara lain dengan jual beli mobil melalui PT Mobilindo. Seorang sumber di Gedung Bundar menuturkan, uang yang diperoleh Dhana itu dipakai juga untuk membeli aset-aset. “Seperti membeli tanah, rumah, dan mobil. Tapi semuanya udah campur-campur begitu,” katanya.

Sumber itu menambahkan, sebagai AR Kantor Pajak, Dhana dekat dengan para wajib pajak. Tapi, ketika ditanya apakah modus yang dipakai Dhana sama dengan Gayus Tambunan, dia cuma tersenyum kecil.

Sempat beredar kabar yang kurang jelas, kekayaan Dhana sebagai PNS Ditjen pajak mencapai angka Rp 60 miliar. Kejagung hingga kini belum menyebutkan angka pasti kekayaan Dhana itu. Termasuk, nilai aset yang telah disita dari Dhana seperti mobil dan beberapa sertifikat.

***

Setelah diperiksa hampir 9 jam, akhirnya, sekitar pukul 18.45 WIB, Dhana keluar dari ruang penyidikan. Ditemani tiga pengacaranya, Dhana muncul dengan baju batik warna cokelat, mengenakan topi hitam dan masker. Wajahnya selalu tertunduk.

Lewat dari pintu kaca Gedung Bundar, PNS Golongan III/C itu langsung dikerubuti wartawan yang sudah menunggunya dari pagi. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan, tetapi tak dijawab. Ia terus dikawal menuju pintu mobilnya, meski tertahan oleh wartawan. Saling dorong pun terjadi.

Dhana mencoba masuk melalui pintu sebelah kanan mobil Toyota Avanza B 907 DA itu, tetapi tak berhasil. Ia lalu berlari kembali masuk ke dalam. Akibat kericuhan itu, kening Dhana mengalami luka, entah apa sebabnya. Kabarnya, dia kena pukul. Begitu juga dengan penasihat hukum dan para jaksa yang mengawal Dhana. Mereka mengalami benturan-benturan di badan dan kepala.

Tak cuma itu, kamera seorang fotografer juga rusak karena terjatuh. Mobil Avanza berwarna silver itu pun rusak di bagian pintu belakang sebelah kanan. “Tak bisa ditutup nih, mobil adik ipar lagi,” keluh sopir yang mengantar Dhana itu.

Di dalam sebuah ruangan di Gedung Bundar, Dhana dibiarkan seorang diri. Sementara di luar gedung, pengacara dan petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) Kejagung bernegosiasi dengan wartawan. Pengacara Dhana, Daniel Alfredo, sempat bersitegang dengan wartawan, tetapi emosinya langsung mereda.
Selang beberapa menit kemudian, Dhana kembali tenang. Ia diboyong keluar sekitar pukul 19.30 WIB. Kini tampaknya ia lebih percaya diri menghadapi sorot kamera. Masker dan topi tak lagi menghiasi wajahnya.

Alfredo berbicara seputar pemeriksaan perdana kliennya. “Baru ditanya seputar pekerjaannya saja. Besok akan kembali dilanjutkan,” ucap dia. Dhana, yang berdiri di dekat Alfredo, diam dengan wajah pucat. Hanya sebentar, Dhana lalu masuk ke dalam mobil. Buliran bening tampak menetes dari kedua matanya.

Alfredo pun membantah kliennya melakukan korupsi dan pencucian uang. Ia pun mengklarifikasi berita-berita yang ada. Ditegaskan, Dhana tidak memiliki kekayaan fantastis. Rekening yang dimiliki Dhana pun bukan 18, tapi hanya lima. Uang yang berada di kelima rekening itu pun hanya berjumlah ratusan juta rupiah bukan 60 miliar. “Jumlah uang yang ada di rekening Pak Dhana itu hanya Rp 450 juta,” kata Alfredo.

Kekayaan Dhana, lanjut Alfredo, bukan hasil korupsi saat menjadi pegawai pajak. Tapi berasal dari harta warisan orang tuanya dan bisnis yang ditekuninya sejak sebelum menjadi PNS. Dhana memang tumbuh di keluarga yang berada. “Duit itu asal muasal dari warisan dan usaha dia,” kata Alfredo.
Pagi harinya, Jumat, Dhana dengan didampingi Daniel Alfredo dkk kembali memenuhi pemeriksaan lanjutan di Kejagung. Kali ini Dhana tampak sedikit lebih tenang, meski dia masih datang ke Kejagung dengan mengenakan topi.

Pada pemeriksaan kedua ini, penyidik melanjutkan pemeriksaan administratif dan masih menanyakan banyak hal terkait pekerjaan Dhana di Ditjen Pajak. Nah, mulai menjelang sore, materi pemeriksaan sudah masuk tahap substansi perkara.

Di tengah pemeriksaan, Dhana sempat dibawa ke kantor pusat Bank Mandiri di Jl Gatot Subroto, untuk menginventarisir kembali uang dan barang-barangnya yang disimpan di save deposit box yang kini disita Kejagung. Hasilnya, tak ada perubahan data.

Tak lama setelah kembali ke Kejagung, sekitar pukul 21.00 WIB, Kejagung memutuskan menahan pria yang dikenal para tetangga dan koleganya sebagai orang baik itu. Kejagung mengaku sudah punya cukup bukti. Tapi, bukti apa yang dimiliki Kejagung, belumlah jelas. Dhana tak percaya dengan keputusan Kejagung yang begitu cepat. Ia shock berat!

Beda Dhana dengan Gayus

Dhana Widyatmika sempat disebut-sebut sebagai ‘The Next Gayus’. Ini karena keduanya sama-sama mantan pegawai pajak dan dijerat dengan pasal yang sama, penyuapan dan pencucian uang.

Dhana kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung. Data Kejagung, ada transaksi mencurigakan dalam jumlah besar di rekening Dhana. Kekayaan pegawai golongan III/C itu pun disebut-sebut cukup fantastis.

Apakah kasus Gayus dan Dhana ini saling berkaitan? Wakil Jaksa Agung Dharmono tak menutupi kemungkinan itu. Penyidik kini terus mengembangkan penyidikan terhadap dana.

Pengacara Dhana tak memungkiri Dhana dekat dengan Gayus. Namun, mereka memberi catatan, Dhana hanyalah seorang Account Representative yang tak berhubungan terlalu jauh dengan para wajib pajak. Tugas Dhana cuma melayani konsultasi dan mengingatkan wajib pajak agar membayar pajak.
Jadi nggak ada kewenangan dia untuk katakan menutupi kasus ini atau apa,” kata pengacara Dhana, Reza, kepada majalah detik.

Secara logika, katanya, tidak mungkin wajib pajak memberi uang miliaran rupiah kepada Dhana atas konsultasi pajak itu. Ia membenarkan adanya mutasi dalam rekening milik Dhana, namun itu merupakan transaksi bisnis yang dibangun oleh kliennya.

Reza menilai Kejagung terlalu buru-buru memproses hukum Dhana. Meski tidak menyalahkan, namun opini di masyarakat tentang Dhana sudah berkembang sedemikian rupa. Dhana sendiri keberatan disamakan dengan Gayus. “Sangat tidak relevan masalah ini dikaitkan dengan Gayus Tambunan,” katanya.
Sementara Gayus juga keberatan namanya diseret-seret dalam kasus juniornya ini.

Mantan anggota DPR dari PKS, Misbakhun, memberi kesaksian Dhana sangat berbeda dengan Gayus. Dhana merupakan orang yang sangat taat beribadah dan berkepribadian kuat. “Jauh berbeda secara profile pribadinya,” kata Misbhakun kepada majalah detik.

Misbakhun mengenal Dhana saat masih sama-sama bekerja di Dirjen Pajak. Ia tidak yakin Dhana memiliki rekening dengan nilai Rp 60 miliar. “Angka 60M itu pergeseran mutasi debet kredit rekening di bank berbeda tapi ditotal penjumlahan oleh kejaksaan. Aslinya tidak sejumlah itu,” ujar Misbakhun.

Selasa, 21 Februari 2012, menjadi siang yang sungguh sibuk bagi Kuntadi. Jaksa senior di Kejagung ini memimpin Tim Satuan Khusus Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus (PPTPK) untuk sebuah misi penting.

Siang itu, tim yang terdiri sekitar 60 orang jaksa dengan naik sejumlah mobil bergerak meninggalkan Kejagung. Mereka berpencar untuk melakukan penggeledahan ke lima tempat yang berbeda. Satu tim mendatangi Kantor Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, sementara yang lain menyebar.

Di Kantor Ditjen Pajak itu, tim menuju ke salah satu ruangan di lantai 19. Ruangan itu adalah bekas tempat kerja Dhana Widyatmika, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Ditjen Pajak golongan III/C. Mereka hendak melakukan penggeledahan.

Si pemilik ruangan tidak ada di tempat. Lalu, penyidik meminta istri Dhana, Dian Anggraeni (DA), untuk melepon suaminya. Dian juga pegawai Ditjen Pajak, tepatnya di bagian Keberatan Saksi Banding dan Gugatan. Kita harus pegang dulu orangnya (Dhana),” kata salah satu sumber majalah detik yang ikut serta dalam penggeledahan itu.

Tak hanya kantor Dhana, ruangan istrinya pun juga digeledah. Di tempat lain, tim juga sedang bekerja. Sekitar 15 orang penyidik mendatangi showroom Mobilindo milik Dhana di Jl. Raya Dermaga Nomor 38 Duren Sawit, Klender, Jakarta Timur. Mereka mengubek-ubek showroom jual-beli truk itu. Sebelumnya selama dua hari ada yang survei-survei. Dia Tanya-tanya,” kata penjual es kelapa di depan showroom itu.

Tempat lain yang digeledah tim adalah rumah Dhana di Jl. Elang Indopura, Blok A7/15, Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jaktim, dan Bank Mandiri di Jl. Gatot Subroto. Di berbagai tempat itu, tim PPTPK melakukan sejumlah penyitaan barang bukti.

Penyidik mengangkut uang milik Dhana dalam bentuk rupiah dan dolar, emas sekitar 1 Kg, dan sertifikat-sertifikat tanah dan rumah. Dari meja istrinya, penyidik menyita satu unit komputer. Satu unit mobil Daimler Chrysler buatan tahun 2001 juga ikut disita.

Rabu 1 Maret 2011 malam, tim kembali mendatangi showroom Mobilindo. “Tim penyidik semalam berhasil menyita 17 unit truk, Mitsubishi, Toyota, dan sebagainya,” kata Kapuspenkum Kejagung, Adi Toegarisman. Deposit box Dhana di Bank Mandiri yang berisi dokumen, uang US$ 28 ribu, Rp 10 juta dan dinar Irak senilai 15 juta juga disita.

Hanya ruang kerja Dhana di Dispenda DKI yang tidak ikut digeledah. Dhana yang mantan pegawai pajak memang belum lama pindah ke Dispenda DKI. “Meja kursinya aja belum ada,” kata seorang jaksa di Kejagung kepada majalah detik.

Kejagung belum menjelaskan secara resmi berapa nilai total dari penggeledahan itu. Rinciannya juga belum dipaparkan. Namun, dari daftar barang sitaan yang dilihat majalah detik, uang yang disita jaksa juga terdiri dari satuan-satuan kecil, antara lain delapan uang pecahan Rp 5.000 dan 25 lembar uang pecahan Rp 10.000.
Yang diambil itu uang recehan juga. Itu uang dari minimarket punya Dhana,” kata sumber yang mengetahui penggeledahan di rumah Dhana. Bapak satu anak itu memang memiliki minimarket tak jauh dari rumahnya.

Kejagung juga sempat akan menyita Rp 7 juta di tas Dhana. Namun Dhana keberatan dan memohon agar uang itu tidak ikut disita. “Kalau uang Rp 7 juta itu juga disita, bagaimana saya memenuhi kebutuhan sehari-hari nanti,” kata sumber itu menirukan ucapan Dhana.

Kejagung juga telah memblokir lima rekening milik Dhana, yaitu di Bank Mandiri, BCA, Bukopin, BNI dan Bank Mega. Dua rekening tak ikut diblokir, yaitu rekening gaji Dhana dan istrinya masing-masing di BRI. Pengacara Dhana, Daniel Alfredo menyatakan, jumlah uang di kelima rekeing itu cuma Rp 450 juta bukan puluhan miliar.

Perihal pemblokiran rekening itu, majalah detik mendapatkan cerita menarik. Kabarnya, dari situlah awal mula Dhana mengetahui dirinya sedang dibidik Kejagung. Sekitar awal Februari, Dhana hendak melakukan transaksi melalui internet banking di salah satu bank, tetapi selalu gagal.

Dhana lantas menghubungi bank itu dan memperoleh informasi rekeningnya akan dihentikan sementara oleh Pusat Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK). Ia pun mendatangi PPATK meminta penjelasan, tetapi hasilnya tak memuaskan. Seminggu kemudian, ia diberitahu bank bahwa kelima rekeningnya telah diblokir Kejagung. Dhana bertambah panik.

Tanggal 17 Februari, ia secara mengejutkan sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyuapan dan pencucian uang. Kejagung menjerat Dhana dengan Pasal 12 B ayat 1 dan 2 UU No. 31/1999 tentang Tipikor dan pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.

Sebagai PNS golongan III/C, kekayaan yang dimiliki Dhana itu dianggap tak wajar. Kejagung hingga kini masih menelusuri dari mana asal usul kekayaan fantastis yang dipunyai Dhana itu. Kejagung telah mendapatkan surat persetujuan untuk membuka isi rekening Dhana.

Diduga kuat uang di rekening itu berasal dari wajib pajak yang tengah ditangani oleh Dhana. Kejagung menyebut setidaknya ada enam wajib pajak yang pernah berhubungan dengan pria kelahiran Malang, Jawa Timur, itu. Namun, pengacara Dhana berulang kali membantah. Menurut mereka, uang Dhana berasal dari warisan orang tua. Dhana berasal dari keluarga berada, termasuk pula istrinya.

Selain berbisnis jual-mobil dan mendirikan minimarket,kekayaan Dhana juga didapatkan dari usaha lain, di peternakan ayam. Orang dekat Dhana menuturkan, uang Dhana juga berkembang dari bisnis reksadana yang mulai dijalaninya sejak sekitar enam tahun lalu.

Dia main saham sejak 2006 dan 2008. Saat itu reksadana lagi bagus-bagusnya. Kalau transaksi itu terakumulasi beberapa kali ya bisa jadi sebesar yang mereka sebutkan,” kata sumber yang dekat dengan Dhana.

Kuasa hukum Dhana,Reza Dwijanto mengatakan, selain uang Rp 450 juta, total aset yang dipunyai kliennya sekitar Rp 1,2 miliar. Kekayaan itu juga telah dilaporkan oleh Dhdalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Meski Dhana dan pengacaranya membantah, Kejagung yakin punya alasan kuat untuk menjerat Dhana. Mantan pegawai pajak itu pun ditahan karena dinilai tidak bisa membuktikan aliran dana dan transaksi besar ke rekeningnya. Nilai transaksi itu mencapai Rp 60 miliar, “Ya sekitar itulah (Rp 60 miliar), dia juga punya banyak lagi rekening,” kata Direktur Penyidikan Kejagung, Arnold Angkow. (WAN/YOG)

Dilaporkan ke KPK Rp 1,2 M

Tersangka kasus penyuapan dan pencucian uang Dhana Widyatmika tercatat pernah melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dhana dan istrinya melaporkan total nilai hartanya Rp 1,2 miliar pada Juni 2011.

Berikut rincian daftar harta pasangan ini yang dilaporkan ke KPK:

A. Harta tidak bergerak Rp 656,722 juta.
Yaitu, berupa tanah dan bangunan seluas 125 m2 dan 45 m2 di Depok yang berasal dari hasil sendiri perolehan dari 1993 sampai 2011 dengan NJOP Rp 108,2 juta. Tanah dan bangunan seluas 300 m2 dan 110 m2 di Jakarta Timur yang berasal dari warisan perolehan dari 1980 sampai 2011 dengan NJOP Rp 576,3 juta
B. Harta bergerak alat transportasi dan mesin lainnya senilai Rp 165 juta.
C. Harta bergerak berupa logam mulia dan benda bergerak lainnya Rp 57,32 juta.
D. Surat berharga senilai Rp 312,125 juta.
Sumber: KPK

Dicari Gayus Tambunan Oknum Pajak Yang Kaya Raya Karena Korupsi

Keberadaan Gayus Tambunan masih misterius. Milana Anggraeni, istrinya juga tidak terlihat di kantornya DPRD DKI Jakarta. Milana yang berstatus sebagai PNS itu izin sakit sejak 25 Maret lalu.

Kabag Umum DPRD DKI Jakarta Jatmiko mengatakan, Milana minta izin sakit selama 5 hari sejak 25 – 30 Maret. “Dia nggak masuk karena sakit. Ada surat izinnya,” kata dia kepada detikcom di kantornya, Jalan Kebon Sirih Raya, Jakarta Pusat, Jumat (26/3/2010).

Namun sayang, Jatmiko enggan menunjukkan surat izin sakit tersebut. Jatmiko juga menolak memberi tahu siapa nama dokter dan dari klinik mana surat izin sakit itu diterbitkan.

“Kan omongan saya saja sudah bisa dipegang. Nggak perlu lihat surat dokternya,” katanya.

Jatmiko mengatakan, sebelum tanggal 25 Maret, Milana masuk kantor seperti biasa. Teman-teman di kantor juga tidak banyak yang ‘ngeh’ dengan kasus yang sedang dialami suami Milana.

“Kita juga baru tahu, Mas,” kata Jatmiko.

Apakah Milana benar-benar sakit? Atau Milana ikut bersama Gayus ke Singapura? Belum diketahui secara jelas. Yang pasti, Gayus memang pergi ke Singapura. Data dari Imigrasi, Gayus meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura pada Rabu, 24 Maret 2010, sore.

Milana menjadi buruan pers karena diduga ikut menerima aliran dana dari rekening Gayus sebesar Rp 3,6 miliar. Transfer dana itu dilakukan dalam lima kali transfer antara 4 Desember 2009 hingga 11 Januari 2010.

Nama Gayus mencuat setelah Komjen Susno Duadji menyebut ada makelar kasus pajak Rp 25 miliar di tubuh Polri. Kehidupan Gayus menjadi sorotan publik apalagi setelah diketahui pegawai Ditjen Pajak itu memiliki kekayaan yang cukup besar.

Gayus tinggal di perumahan mewah di kawasan Kelapa Gading seharga miliaran rupiah. Padahal gaji Gayus hanya berkisar Rp 1,21 juta per bulan

Ketua Komisi Yudisial (KY) akan periksa majelis hakim yang membebaskan terdakwa Gayus Holomoan P.Tambunan dalam kasus penggelapan pajak dan pencucian uang (money loundre).

Kalau ternyata dalam putusan hakim terdapat kesalahan, maka hakim akan diusulkan dipecat, tegas ketua KY Busro Mukadis saat mendatangi kantor Pengadilan Negeri Tangerang, Jumat siang (26/3).

Kedatangan Busro ke pengadilan dalam rangka meminta salinan putusan perkara penggelapan uang pajak Rp 370 dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Gayus pegawai Ditjen Pajak.

Kasus Gayus ini menjadi menarik perhatian karena ocehan dari mantan Kabareskrim Susno Duaji. Kasus penggelapan pajak,kata SUsno nilainya Rp 25 miliar. Gayus dalam sidang di PN Tangerang diajukan jaksa Hasran Azis,SH dengan dua dakwaan yakni pencucian uang dan penggelapan uang pajak milik PT Megah Citra Jaya Garmindo tahun 2007 hingga 2008 lalu.

Terdakwa adalah pegawai Ditjen Pajak  bertugas meneliti/menelaah keberatan pajak (banding) perorangan dan badan hukum. Berdasarkan penyelidikan Bareskrim Mabes Polri, ditemukan aliran dana mencurigakan masuk ke rekening terdakwa no.4740198250 di BCA pada 21 September 2007 dan 15 Agustus 2008 total Rp 370 juta. Uang itu berasal dari PT Megah yang ditransfer kepada terdakwa untuk pembayaran pajak.

Jaksa dalam persidangan menuntut Gayus dengan hukuman 1 tahun dengan masa percobaan 1 tahun. Namun, majelis hakim yang diketuai M.Asnun,SH (ketua PN Tangerang), anggota Bambang,SH dan Haran Tarigan,SH memutus bebas perkara Gayus dengan alasan dakwaan jaksa tak dapat dibuktikan dalam sidang.

Hakim Bambang yang dihubungi Pos Kota mengaku putusan perkara Gayus sudah sesuai aturan. Kalo memang kami disalahkan ya siap dengan resiko termasuk dipecat, ucapnya. Sementara hakim M Asnun tak berhasil ditemui karena sedang umroh. Ketua KY sempat menemui wakil PN Sutanto,SH untuk meminta salinan putusan perkara Gayus

Hukuman Anggota DPR Terhormat Ditambah Karena Terbukti Korupsi dan Berzinah

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman mantan anggota Komisi IV DPR, Al Amin Nasution, dari 8 tahun menjadi 10 tahun serta mantan Ketua Subkomisi Perbankan Komisi IX, Anthony Zeidra Abidin, dari 4,5 tahun menjadi 5 tahun.

Sementara itu, hukuman Hamka Yandhu tidak berubah, tetap tiga tahun penjara.

Humas PT DKI Jakarta Madya Suhardja, Jumat (3/4), menjelaskan, putusan ini dijatuhkan pada Kamis (2/4) oleh majelis hakim yang terdiri dari Yanto Kartonomulyo, Madya Suhardja, Suryadjaja, Hadi Widodo, dan Abdurrahman Hasan.

Menurut Madya, pertimbangan majelis hakim memperberat hukuman Al Amin dan Anthony karena keduanya—sebagai anggota DPR yang terhormat—aktif meminta uang. Seperti diketahui, Al Amin terbukti menerima uang dalam perkara alih fungsi hutan di dua lokasi, yaitu Kabupaten Bintan (Kepulauan Riau) dan Tanjung Api-api (Sumatera Selatan). Sementara itu, Anthony terkait dengan penerimaan uang Rp 28,5 miliar oleh anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 dari Bank Indonesia.

Selain itu, tutur Madya, penambahan hukuman dua tahun untuk Al Amin juga disebabkan oleh tertangkapnya Al Amin bersama perempuan yang bukan istrinya. ”Selaku anggota DPR yang terhormat, itu tidak bermoral,” ujar Madya.

Dalam putusannya, lanjut Madya, majelis banding tidak memerintahkan pembayaran uang pengganti kepada Al Amin ataupun Anthony. Dalam perkara Al Amin, hakim menilai tidak ada unsur kerugian negara. Adapun dalam perkara aliran dana BI, hukuman uang pengganti tidak diberikan karena Anthony dan Hamka sudah mengembalikan uang yang diterima.

Kuasa hukum Al Amin Nasution, Sira Prayuna, saat dikonfirmasi, mengaku belum dapat memberikan komentar atas putusan majelis banding tersebut. Pihaknya akan meminta salinan putusan terlebih dahulu ke PT DKI Jakarta dan akan mempelajarinya.

Hal senada juga dikemukakan oleh Maqdir Ismail, pengacara Anthony Zeidra. Maqdir mengaku terkejut atas putusan PT DKI Jakarta. Ia mempertanyakan pertimbangan hukum yang digunakan majelis banding sehingga memperberat hukuman kliennya.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengaku setuju dengan penambahan hukuman yang dijatuhkan PT DKI. Ia menilai pejabat publik yang melakukan kejahatan sudah seharusnya mendapat hukuman lebih berat.

Dalam kasus wakil rakyat, ia menilai ada unsur pengkhianatan terhadap pemilih

Kerugian Negara Sekitar 30 Triliun Untuk Menunjang Life Style Para Pegawai Negeri Yang Koruptor

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan kerugian negara kepada penegak hukum di Indonesia, mencapai Rp30 triliun selang tahun 2004-2007.

Laporan kerugian negara ke penegak hukum lebih pada upaya penyimpangan di setiap lembaga, sehingga negara turut dirugikan, kata Kepala BPK RI, Anwar Nasution,disela-sela dialog publik Akuntabilitas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Daerah, di Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Kamis.

Laporan ke penegak hukum melibatkan pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, laporan kerugian negara ke penegak hukum, pihaknya tidak pernah memandang kasus atau tebang pilih atas kasus lainnya.

Semua laporan yang ada unsur keganjilan dari hasil audit BPK, semuanya murni dilakukan secara profesional, serta pengusutan di pihak penegak hukum tidak dicampurinya, karena ada tugas pokok masing-masing, katanya.

Transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah memburuk selang tahun 2004-2007, sehingga diperlukan percepatan perbaikan sistem keuangan melalui langkah konkret, terjadwal dan melibatkan seluruh akuntabilitas.

Kondisi memburuk dilihat dari prosentase Laporan Kegiatan Pemerintahan Daerah (LKPD) yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) semakin menurun setiap tahun

Sejumlah Mal dan Hotel Di Jakarta Terlibat Dalam Pencurian Air Palja Mengakibatkan Rakyat Kecil Kekurangan Air

Sejumlah mal dan hotel di Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat, dicurigai mencuri air dari perusahaan air minum PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).

“Kasus pencurian air itu kini tengah kami pelajari. Bila telah ada cukup bukti, kasus ini akan dibawa ke pengadilan. Karena pencurian air itu merupakan perbuatan pidana,” kata Yudith Andriani dari Divisi Non Revenue Water (NRW) PT Palyja, saat “Palyja Journalist Workshop 2008” di Ciater, Subang, Jawa Barat, Minggu (14/12).

Selain mal dan hotel, pencurian air juga dilakukan seorang oknum aparat di daerah Jembatan Tiga, Jakarta Barat. Oknum itu melakukan sambungan ilegal (illegal connection) dan penggunaan ilegal. “Air yang dicurinya itu kemudian dijual kepada sopir truk tanki air,” jelasnya.

Terhadap oknum aparat ini, telah dilakukan tindakan hukum, oknum tersebut diajukan ke Pengadilan Militer dan dijatuhi vonis delapan bulan penjara.

Satu pelaku lainnya juga diajukan ke pengadilan, karena telah melakukan penyambungan ilegal ke sejumlah rumah. “Kali ini pelakunya orang sipil, dan telah dikenakan sanksi tujuh bulan penjara.”

KEHILANGAN AIR
Pencurian air merupakan bagian dari kehilangan air yang dialami PT Palyja, setiap tahunnya mencapai 45 persen atau setara 109,8 juta M3, dari total produksi 244 juta M3.

Menurut Komisaris PT PAM Lyonnaise Jaya Bernard Lafrogne, pihaknya telah mengalokasikan dana Rp 200 miliar untuk perbaikan dan penggantian pipa sepanjang 150 Km pada 2009, dari total yang direncanakan dalam program lima tahunan hingga 2012, sepanjang 877 km dengan anggaran Rp831 miliar.

“Perbaikan dan penggantian pipa tersebut guna mengurangi kebocoran dari sekarang 45 persen menjadi 44 persen pada 2009. Hingga Tahun 2012 ditargetkan kebocoran menjadi 40 persen.”

Ia menjelaskan investasi yang diperlukan untuk itu, antara lain diperoleh dengan penyesuaian tarif air bersih. “Sejak dua tahun lalu, tidak ada penyesuaian tarif. Maka, perlu segera penyesuaian tarif, setidaknya di atas 20 persen, guna perbaikan dan penggantian pipa.”

Bernard mengatakan terakhir kenaikan tarif air pada Januari 2007. Ia berharap gubernur mau mengadakan penyesuaian tarif air bersih yang diajukan Palyja.

Korupsi Kelembagaan Masih Merupakan Bahaya Laten Yang Setara Dengan PKI atau Komunis

Good governance atau pemerintahan yang bersih, penegakan hukum, khususnya di bidang korupsi, adalah agenda demokratisasi yang dasar untuk mencegah terjadinya triple crisis of governance (Diamond, 2005).

Tiga krisis itu, adalah kemandekan penegakan hukum, ketidakmampuan pemerintah menjaga perdamaian rakyat atau daerah, serta pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau krisis, sebagai akibat dari kegagalan kebijakan perekonomian dan rendahnya kapasitas birokrasi pemerintahan.

Namun, harus diakui, sumber dari berbagai krisis adalah perilaku korup dari aparat pemerintahan yang didukung sebagian pengusaha (dan masyarakat). Proses korupsi ini dilakukan bukan hanya saat seseorang menjabat, tetapi juga mulai dari pencalonannya. Bahkan, dilanjutkan pada proses perekrutan politik berikutnya, termasuk dalam pencalonan anggota legislatif, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Oligarki politik, termasuk dalam pengisian calon anggota legislatif pada Pemilu 2009, diduga memang untuk melindungi kelompok lingkaran dalam (inner circle) penguasa atau tokoh partai politik, termasuk melanggengkan korupsi. Transparency International Indonesia (TII) menyebutkan, parpol adalah salah satu lembaga terkorup di negeri ini.

Korupsi kelembagaan

Dalam konteks yang komprehensif, korupsi adalah kejahatan kerah putih (white collar crime) dengan perbuatan yang selalu berubah modus operandinya. Acap kali dalam kasus korupsi sulit sekali memperoleh bukti secara prosedural. Korupsi juga disebut sebagai kejahatan yang sulit tersentuh (invisible crime) sehingga membutuhkan pendekatan sistem untuk pemberantasannya. Pemberantasan korupsi memerlukan kebijakan politik yang jelas dan lugas.

Prinsipnya, pengembangan permasalahan hukum terkait korupsi itu tidak bisa dipisahkan terhadap persoalan sosial, ekonomi, dan politik. Pemerintahan yang baik, sebagai buah dari pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tentu tidak dapat dipisahkan dari politik, sosial, dan ekonomi sebagai implikasi maupun latar belakangnya.

Dalam Kongres VII Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Prevention of Crime and the Treatment of Offenders di Milan tahun 1985 dibicarakan dimensi kejahatan yang terkait dengan pembangunan suatu negara. Persoalan yang memperoleh sorotan dalam kongres itu adalah terjadinya peningkatan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik yang meluas, yang dikenal sebagai korupsi sistemik. Karena korupsi sistemik ini melibatkan sejumlah kelembagaan negara, juga disebut sebagai korupsi kelembagaan.

Korupsi kelembagaan, yang merupakan penyalahgunaan kekuasaan terkait kepentingan ekonomi melibatkan upper economic class, seperti pengusaha kelas kakap (konglomerat), dan upper power class, seperti pejabat tinggi. Di Indonesia pejabat tinggi itu tak bisa dilepaskan dari wakil rakyat yang memiliki kini kekuasaan besar, termasuk dalam penentuan anggaran dan distribusi proyek pembangunan.

Pengusaha dan penguasa melakukan konspirasi untuk kepentingan ekonomi kelompok tertentu. Tahun 2008, berbagai kasus korupsi kelembagaan terungkap gamblang ke publik. Kasus tertangkap tangan jaksa Urip Tri Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menggambarkan dengan nyata keterkaitan antara penguasa dan pengusaha. Urip disebut menerima dana 660.000 dollar Amerika Serikat dari pengusaha Artalyta Suryani alias Ayin. Tetapi, dalam persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, terungkap pula dugaan keterkaitan keduanya dengan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim.

Sjamsul adalah penerima bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sempat diberi status tersangka. Urip adalah jaksa yang memimpin tim penyelidik dugaan korupsi BLBI terkait dengan BDNI.

KPK menangani pula sejumlah kasus korupsi kelembagaan, terutama yang melibatkan wakil rakyat. Salah satu yang menarik perhatian publik adalah anggota DPR yang dijerat kasus persetujuan pengalihan fungsi hutan di sejumlah daerah. Anggota DPR periode 2004-2009 yang dijadikan tersangka, adalah Sarjan Tahir, Al Amien Nur Nasution, dan Yusuf Erwin Faisal. Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan (Kepulauan Riau) Azirwan juga menjadi tersangka dalam kasus alih fungsi hutan ini.

Anggota DPR lain yang terjerat korupsi kelembagaan, misalnya Bulyan Royan. Ia terseret kasus korupsi pengadaan kapal di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, yang juga melibatkan pengusaha Dedi Suwarsono dan pejabat Dephub. Hamka Yandhu dan rekannya, Anthony Zeidra Abidin (anggota DPR periode 1999- 2004), tersandung kasus aliran dana dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) atau Bank Indonesia kepada sejumlah anggota DPR periode 1999-2004.

Dalam kasus korupsi aliran dana BI/YPPI, makna korupsi kelembagaan terasa sekali karena melibatkan unsur pimpinan BI, pengurus YPPI, dan wakil rakyat. Tetapi, karena dana itu dipakai untuk kepentingan penyelesaian perkara BLBI dan perubahan Undang-Undang BI, tentu pada gilirannya pemilik bank penerima BLBI akan menerima ”manfaat”-nya pula.

Sejumlah kasus korupsi, yang melibatkan sejumlah pejabat pada lembaga pemerintah dan swasta, kini masih ditangani KPK pula. Kejaksaan Agung tak ketinggalan dengan menangani kasus korupsi pada PT Asuransi Sosial ABRI (Asabri) dan korupsi penyelenggaraan Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kejaksaan juga melakukan penahanan terhadap sejumlah tersangka kasus itu, meskipun sering kali masih terdengar suara sumbang dari masyarakat, terkait masih adanya perbedaan perlakuan terhadap tersangka yang ditangani Kejagung. Mereka ada yang ditahan, tetapi tak sedikit pula yang masih tetap bebas. Sebaliknya, KPK kini menerapkan standar, sebelum perkaranya dilimpahkan ke pengadilan, tersangka akan ditahan.

Pada masa sebelumnya, sejumlah kasus korupsi kelembagaan juga mencuat, misalnya kasus yang menyeret mantan Menteri Sekretaris Negara Akbar Tandjung, mantan Gubernur BI Syahril Sabirin, mantan Direktur Utama Bank Mandiri ECW Neloe, mantan Menteri Perindustrian Mohamad Hasan, dan sejumlah penerima BLBI. Ujung dari berbagai kasus itu memang beragam.

Beragamnya ujung perkara korupsi kelembagaan itu, meski sudah sampai ke meja hijau, tak terlepas dari sulitnya penegak hukum menjangkau kasus itu. Bahkan, sejumlah kasus lainnya diduga tidak terjangkau hukum, sekalipun perbuatan itu merugikan perekonomian masyarakat dan negara. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tak memadai menjangkau kasus korupsi kelembagaan ini.

Apa kabar 2009

Dalam berbagai kesempatan, Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengakui, kini tak sedikit pejabat pemerintah yang tak bersedia lagi ditunjuk sebagai pimpinan proyek. Mereka khawatir diburu KPK atau Kejagung karena diduga melakukan korupsi. Kekhawatiran ini sebenarnya di sisi lain sekaligus menyiratkan korupsi kelembagaan masih saja akan terjadi di negeri ini.

Korupsi kelembagaan, yang melibatkan penguasa dan pengusaha, bahkan dalam perkembangannya bisa partai politik terkait pula, memang menimbulkan kerancuan dalam memberikan limitasi yang berbeda antara norma dalam hukum administrasi negara dan hukum pidana. Hal ini pada gilirannya memang menimbulkan kerancuan dan celah yang bisa dimanfaatkan pelaku korupsi kelembagaan.

Oleh karena itu, dalam melakukan pemberantasan korupsi, sikap yang diskriminatif, bersaing, dan tidak ingin bekerja sama dari sesama penegak hukum, terutama KPK, jaksa, dan polisi, justru akan melemahkan pemberantasan korupsi itu. KPK, bersama kejaksaan dan Polri, harus bersama-sama membuka tabir korupsi kelembagaan yang telah, dan mungkin saja, akan tetap meluas di negeri ini.

Apalagi, rakyat kini kian cerdas membaui korupsi….