Seminggu lamanya Asya—bukan nama sebenarnya—dengan sukacita menunggu penjualan tiket konser Coldplay dibuka. Ia mengaku memang bukan penggemar militan band asal Inggris tersebut. Namun tingginya animo publik merespons pengumuman konser pertama Coldplay di Indonesia membuat hatinya membuncah. Tekad menontonnya menjadi bulat. Rasanya lagu Coldplay berjudul ‘Yellow’ terus berputar di pikirannya. “Pas udah H-1, aku semakin menggebu-gebu buat beli,” cerita Asya.
Sayangnya, persiapan war atau berburu tiket presale Asya kurang matang. Ini adalah war tiket sekaligus konser besar pertamanya. Ia terlambat satu jam membuka laman resmi penjualan tiket Rabu, 17 Mei, pagi itu. Dia berniat mengikuti war tiket presale kedua esok harinya.
Sayangnya, keesokan harinya, Asya membaca pengumuman bahwa war tiket presale hari kedua ditiadakan karena telah habis akibat antusiasme pembeli pada hari pertama. Tubuh Asya lemas, ia pesimistis war terakhir besok bisa mendapatkan tiket. Kenapa aku percaya, karena dia itu ngirimin foto KTP. Foto KTP, terus foto booking tiket dia. Terus aku samain, nama akun Twitter dia, KTP, sama booking tiket, konfirmasi dia sama.” Beberapa teman menyarankan Asya mencari tiket yang dijual di Twitter alias bukan jalur resmi. Asya pun pagi itu bergegas membuat akun Twitter karena ia tidak memilikinya selama ini.
“Awalnya tuh nggak niat, cuma scroll-scroll doang. Aku cari (dengan kata kunci) WTS CAT 6 Coldplay gitukan, terus ketemu satu akun. Dia jual dua tiket, harganya Rp 3 juta,” tuturnya. Asya cukup percaya pada pengguna akun Twitter yang ia tuju. Pertimbangannya bukan akun baru. Akun itu digunakan sejak 2020. Asya juga melihat beberapa komentar akun lain yang berniat mengirim pesan langsung ke pengguna tersebut untuk melakukan transaksi pembelian tiket.
Setelah proses menawar harga tiket menjadi Rp 1.800.000 melalui pesan langsung di Twitter, Asya melanjutkan komunikasi dengan penjual ke pesan WhatsApp. “Kenapa aku percaya, karena dia itu ngirimin foto KTP. Foto KTP, terus foto booking tiket dia. Terus aku samain, nama akun Twitter dia, KTP, sama booking tiket, confirmation dia sama,” ujar Asya.
Asya juga mengecek nomor ponsel penjual di aplikasi identifikasi nomor telepon, Getcontact. Menurut Asya, tak ada yang mencurigakan. Ia bahkan mengirim tangkapan layar Getcontact penjual ke temannya untuk meminta pertimbangan. Tak mengomentari tangkapan layar itu, teman Asya justru mengingatkan Asya untuk tak buru-buru membeli tiket dari calo.
“Tapi aku masih pengin beli karena belum kebagian. Ya sudah, aku balik chat sama penjual. Aku tanya transfer ke mana, ternyata ke akun Dana, nomor lain gitu. Ini nggak ada bank saja?” Asya sempat bertanya kepada penjual. Meski ragu, akhirnya Asya memutuskan mentransfer uang Rp 1.800.000 ke akun Dana penjual tersebut.
“Kenapa aku transfer dan interest, karena dia bilang, ‘Kak, jadi nggak ini, karena ada yang mau bayar juga’. Ya sudahlah, takutnya keduluan orang, aku transferlah. Itu perjanjiannya, habis aku transfer, dia mau mengubah data (tiket) itu. Katanya bisa diubah datanya,” cerita Asya.
Setelah itu, riwayat pesan WhatsApp penjual ditarik hanya dalam waktu dua menit. Hati Asya mencelos. Seketika ia sadar menjadi korban penipuan. Tak berselang lama, bahkan nomor dan akun Twitter miliknya diblokir oleh si penjual abal-abal. Uang kadung ludes terkirim ke akun Dana penipu tersebut.
Asya lantas memutar otak, kemudian melakukan penyanggahan pengiriman uang ke akun Dana penjual. Namun salah satu prosedurnya mengharuskan Asya mengunggah surat laporan kepolisian. Dari itu juga Asya melapor ke kepolisian di daerahnya. Ia dibuatkan surat tersebut. Pihak kepolisian juga sempat mencoba mengontak pelaku yang nomornya masih aktif. Tetapi tampaknya, menurut Asya, kepolisian enggan menindaklanjuti aduan itu.
Sepulangnya, Asya membagikan cerita sial yang ia alami kepada temannya. Sebuah ide tebersit untuk mendapatkan kembali uangnya. Asya meminta temannya menyamar menjadi pembeli. Setelah mendapatkan respons dari pelaku, Asya dan temannya membuat grup WhatsApp dan memasukkan pelaku ke dalamnya.
Asya dan temannya mengancam pelaku agar mengembalikan uangnya. Jika uang tidak dikembalikan tidak, mereka akan menjebloskan pelaku ke penjara. Asya dan temannya pun mengirimkan bukti laporan kepolisian ke grup WhatsApp tersebut untuk meyakinkan pelaku. Asya dan temannya juga berdusta ke pelaku bahwa ia sudah mengetahui nama dan keluarga pelaku. Jika tak mengembalikan uang Asya, pelaku akan segera bertemu Asya di meja hijau.
“Ini lu mau transfer atau diem saja. Kalau mau transfer, gue tunggu 1×24 jam,” kata Asya kepada pelaku, yang hanya bergeming sebelum Asya akhirnya memutuskan membubarkan grup WhatsApp dan berpasrah diri. Beruntungnya, tak lama setelah itu, ternyata pelaku mentransfer kembali uang Asya. Betapa bersyukurnya Asya karena uangnya tak jadi raib.
Sayangnya, tak semua seberuntung Asya. Serafina mengalami penipuan serupa. Ia mentransfer uang Rp 1.450.000 ke rekening penipu tiket konser Coldplay. Mulanya, penipu mengaku sebagai agensi jasa titip pembelian tiket konser di Instagram, yang memiliki sisa tiket dan ingin menjualnya.
Serafina cukup mempercayainya karena ada berbagai testimoni dan format file resmi dari pelaku untuk mengkonfirmasi pesanan. Ia baru menyadari ia ditipu karena pelaku semakin lambat merespons setelah Serafina mentransfer uangnya. Pelaku bahkan meminta dikirimi sejumlah uang lagi. Serafina tak meladeninya dan, bersamaan dengan itu, beberapa korban penipu tersebut menghubungi Serafina untuk melaporkan pelaku.
“(Pelaku) menyuruh saya kembali mentransfer uang lagi, di-mark up jadi Rp 2.450.000, dia bilang begitu kan. Terus saya bilang, oh ini sudah nggak masuk akal nih, ini kok harus bayar lagi. Saya udah mikir ini pure penipuan, nih,” ujar perempuan berusia 35 tahun itu. Singkatnya, salah seorang koordinator korban penipuan tiket konser Coldplay akhirnya menghubungi Muhammad Zainul Arifin dan meminta dia menjadi tim kuasa hukum mereka.
“Akhirnya kami susun kronologi, bukti-bukti kami kumpulkan, nomor rekening, identitas pelaku, kemudian screenshot media sosial, bukti transfer duit. Kami sampaikan ke penyidik,” terang Zainul pekan lalu. Setelah semua proses hukum dijalani sejauh ini, Zainul dan para korban berkesimpulan bahwa pelaku penipuan tiket konser Coldplay memiliki sindikat. Ini dikarenakan beberapa akun penipuan yang dilaporkan memiliki nomor rekening yang sama. “Makanya ini PR-nya penyidik kita supaya tersangkanya nggak hanya dua orang,” kata Zainul.
Tim kami mencoba melakukan penelusuran calo tiket konser Coldplay yang tidak resmi di Twitter. Pola penipuannya mirip dengan yang menerpa para korban yang diadvokasi Zainul. Salah satu pengguna akun membalas dan menawarkan beberapa tiket. Pengguna akun yang mengaku sebagai penjual akhirnya memutuskan berpindah transaksi ke pesan WhatsApp.
Sebelum deal harga menelusuri nomor WhatsApp penjual dan nama yang tersimpan di aplikasi Getcontact. Ditemukan terdapat perbedaan nama penjual dengan identitas di Getcontact, serta hanya ada satu tagar yang tidak ada hubungannya dengan identitas penjual. Setelah meminta identitas penjual berupa KTP, dengan swafoto yang diberi watermark, serta bukti booking tiket. Sayangnya nama di booking tiket berbeda dengan KTP penjual. Penjual mengaku pemilik tiket adalah temannya dan kembali mengirimkan KTP temannya yang namanya sama dengan booking tiket.
Penjual menyakinkan pembeli setelah transaksi akan dimasukkan ke grup yang berisi pembeli lainnya. Dia bahkan mengirimkan screenshot percakapan di dalam grup tersebut. Selain itu penjual juga akan membuatkan surat kuasa dan meminta identitas untuk pengurusan pembuatan surat kuasa.
Setelah penjual mengirim rekening, juga melakukan pengecekan di laman cekrekening.id. Ternyata ada empat riwayat pelaporan dugaan penipuan dari awal tahun 2023. Pelaporan dugaan penipuan terakhir dilakukan sehari setelah war tiket konser Coldplay, tepatnya pada 20 Mei 2023.
Untuk memastikan lagi melakukan penelusuran di Twitter dengan kata kunci nama lengkap KTP penjual. Ternyata ada sebuah akun Twitter @woosahipages yang membuat utas tentang pengalamannya ditipu saat membeli tiket konser boyband Korea Treasure pada 24 Januari silam oleh penjual dengan nama yang sama.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia Rizal Edy Halim turut menyayangkan maraknya penipuan penjualan tiket konser Coldplay ini. Konser besar seperti Coldplay ini mesti dikelola dengan baik, terutama terkait dengan tingginya animo masyarakat. Minat yang tinggi terhadap konser Coldplay ini sangat memungkinkan bagi orang-orang untuk merogoh kocek berapa pun.
“Tentu ini menjadi pelajaran ya, tidak hanya bagi promotor, tetapi juga otoritas penyelenggara negara yang berwenang dalam geliat industri pertunjukan,” kata Rizal. Rizal menyarankan agar sistem penjualan dikelola dengan bijak. Sistem war, yang membuat orang berebut, memang akan memunculkan aspek kelangkaan. BPKN akan segera mengatur pertemuan dengan pihak penyelenggara dan otoritas terkait untuk menindaklanjuti persoalan maraknya penjualan tiket konser Coldplay.
“Ada yang dapat, ada yang tidak dapat. Itu membuka peluang bagi percaloan, yang berpotensi pada penipuan, dan itu terjadi,” ujarnya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengakui maraknya penipuan tiket konser Coldplay berpotensi menimbulkan citra buruk bagi Indonesia, khususnya dalam menyelenggarakan dan menyambut event berskala besar.
“Karena ini jelas merugikan masyarakat dan sektor ekonomi kreatif. Kami melakukan bentuk antisipasi dengan berkoordinasi bersama stakeholder terkait untuk memberikan imbauan dan peringatan kepada masyarakat luas dan membuka laporan dari masyarakat yang menjadi korban penipuan dengan bekerja sama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia,” kata Sandi