Category Archives: bunuh diri

Seorang Satpam Yang Sudah Beranak Istri Bunuh Diri Karena Pujaan Hatinya Dipromosikan ke Kanada

Tak ada yang tahu persis mengapa Ignasius Igo, sekuriti PT Bintan Central Gas, itu rela mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di pos jaga, tempat sehari-hari ia bertugas. Tak banyak curhat yang ia sampaikan ke rekan-rekannya, kecuali ungkapan sayangnya kepada pujaan hati, Dian Amanda, lewat dua pucuk surat yang ia ditinggalkannya.

Dalam surat yang diberi kop seweet (sweet-red) memories itu, Igo mengungkapkan rela meninggalkan Amanda untuk selama-lamanya karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Hanya saja, dari nomor telepon yang tertulis di surat cinta yang tergeletak itu, misteri love story Igo-Amanda sedikit tersibak.

Kakak Amanda, Ny Nita, kepada Tribun, Minggu (21/8/2011), mengungkapkan, Amanda baru dua bulan ini mengenal Igo. Mereka kerap berkomunikasi melalui telepon saja. Ia sendiri belum pernah bertemu dengannya. Cerita tentang Igo diketahui dari curhat adiknya itu. Amanda bekerja di sebuah perusahaan di Mukakuning, Batam. Namun, pada Sabtu (20/8/2011), ia telah terbang ke Kanada karena ada tugas semacam magang dari perusahaannya.

“Ampuuun, mungkin kepikiran kepergian adik saya itu atau apa, dia (Igo) nekat seperti itu. Kita sama sekali tak tahu urusan ini. Seharusnya kan bisa bicara baik- baik,” ucap Nita penuh heran. Dari cerita yang pernah disampaikan adiknya, Nita mengaku mengetahui bahwa Igo dan Amanda berkenalan sejak dua bulan lalu. Amanda menganggapnya sebagai kawan karena selama ini Igo sudah punya istri dan anak.

Dengan datangnya kabar Igo bunuh diri, sontak keluarganya pun kaget. “Kemarin silih berganti ada telepon yang mengaku dari keluarga menanyakan kenekatan Igo, kami sama sekali tak tahu. Dari situ justru saya telepon Amanda,” ujar Nita lagi. Nita menceritakan, Amanda memang sempat mengontak Igo pada Jumat sore, atau sehari sebelum pergi, bahwa ia pamit untuk menjalankan tugas ke luar negeri.

Saat itu Amanda juga menyampaikan permintaan agar Igo melanjutkan hubungannya dengan istrinya. “Adik saya tak pernah berpikir akan menikah dengan anak orang (orang yang sudah berkeluarga). Mana bisa begitu,” kata Nita dengan nada meninggi. Dengan kejadian itu, Nita juga menduga bahwa kenekatan Igo itu karena merasa cintanya kandas setelah hendak ditinggal pergi Amanda ke Kanada.

Nita mengatakan, dengan kejadian pada Sabtu pagi itu, persiapan Amanda yang sudah berada di Bandara Hang Nadim Batam jadi kalang-kabut. Amanda sempat menangis histeris karena mendapat kabar bahwa Igo gantung diri. “Seharusnya take off pagi, namun karena sempat nangis-nangis dan terlambat masuk pewasat akhirnya ditunda sampai penerbangan pada sore hari,” ujarnya.

Kini Amanda diperkirakan sudah tiba di Kanada. Namun Nita belum berkomunikasi karena belum ada balasan dalam facebook adiknya itu. Ditanya Tribun mengenai nomor telepon dirinya yang sempat tertulis di secarik kertas yang ditinggalkan Igo, Nita justru heran. Ia hanya menduga, handphonenya pernah dipinjam adiknya dan nomor disimpan oleh Igo. Nita sendiri mengaku kini di Jakarta, sekitar Lebak Bulus.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ignasius Igo ditemukan tewas tergantung di pos jaga tempatnya bekerja, Sabtu pagi.
Saat itu rekannya bernama Ansyel yang bertugas shift siang sudah mendapati Igo tergantung menggunakan tali plastik yang diikatkan pada kayu plafon. Saat ditemukan Igo dalam kondisi lidah terjulur dan dari kemaluannya mengeluarkan sperma. Menurut kerabatnya, jenazah Igo sudah dimakamkan di Teluk Dalam, wilayah arah Trikora, Tanjungpinang, pada Sabtu sore.

Seorang Pria Menikan Demi Kuasai Harta Janda Berakhir Dengan Tewas Digantung

Kematian Susanti (39) yang ditemukan gantung diri bersama suaminya, Minggu (20/3) ternyata bukan karena bunuh diri. Dari hasil visum, ditemukan luka lebam cukup banyak di tubuhnya, seperti bekas penganiayaan pada perut, lengan, dan kakinya.

Dipastikan, perempuan yang dikenal pendiam di kampungnya, Jl Bandulan VI B, Kecamatan Sukun Kabupaten Malang, tewas setelah dianiaya suaminya, Rustam (49), yang baru menikahinya sekitar setahun lalu.

Dugaan petugas, sehabis menganiaya istrinya, Rustam ketakutan karena tahu istrinya akhirnya tewas di tangannya sendiri. Dalam kondisi panik itu, pria asal Dusun Wangkal RT 37/RW 11, Desa Bedalisodo, Kecamatan Wagir ini memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di dekat mayat istrinya. Biar dianggap orang, kematiannya itu atas kehendaknya berdua, seperti kisah Romeo-Juliet, yang bunuh diri bersama demi keabadian cintanya.

“Dipastikan, perempuan itu meninggal bukan karena bunuh diri, tetapi karena dianiaya. Itu diperkuat dengan ditemukannya banyak luka lebam di tubuhnya,” kata AKP Hartoyo SH SIK, Kasat Reskrim Polres Malang, Minggu (20/3).

Namun, kasus ini, papar Hartoyo, akhirnya tak bisa dilanjutkan karena diangap gugur demi hukum. Sebab, Rustam yang diduga pelakunya itu juga tewas, dengan gantung diri. Lehernya terjerat tali, yang diikatkan pada kayu rangka platfon di kamarnya, Dusun Wangkal. Mayat Rustam mengantung tak jauh dari mayat Susanti yang posisinya seperti orang duduk, dengan kepala tersandar pada tempat tidurnya.

Curiga Sejak Awal

Suyitno (49), kakak ipar korban, sebenarnya sudah sejak awal curiga kalau kematian Suspanggilannya itu bukan karena bunuh diri. Sebab, saat menemukan mayat Sus pertama, tak ditemukan luka lebam akibat bekas jeratan tali, meski ada tali yang melingkar di lehernya. Namun kondisi tali yang melingkar di leher Sus itu sepertinya kendor dan hanya diikatkan pada jendela kamarnya, dengan ketinggian tak sampai 2 meter.

“Masak, orang gantung diri, posisi mayatnya seperti orang duduk dan kepalanya tersandar pada tempat tidur. Justru saat kami temukan, terlihat luka menghitam pada jari kaki kanannya,” ujar pria yang tinggal Jl Bandulan Gang VI ini.

Seperti diketahui, sepasang suami ini ditemukan tewas di kamar rumah Rustam, di Dusun Wangkal, Desa Dalisodo, Jumat (18/3) malam. Kematian Sus, masih membuat keluarganya syok karena Sus yang pendiam itu tak bakalan senekat itu. Apalagi, hanya demi cintanya ke Rustam. Justru, itu dipastikan karena prahara rumah tangganya, yang sering ada masalah. Malah jauh-jauh hari, sempat tersiar kalau Rustam menikahi Sus itu karena hanya ingin menguasai harta peninggalan almarhum, suami Sus yang tak lain kakak kandungnya.

Seorang Ayah Langsung Bunuh Diri Sehabis Memperkosa Anak Kandung

Manogret (38), penduduk Jalan Teratai, Karangrejo, Medan Polonia, Medan, Sumatera Utara, langsung mengakhiri hidupnya setelah aksi cabul terhadap putri kandungnya terbongkar. Mayat Manogret ditemukan di kediamannya, Sabtu (8/1/2011), berdekatan dengan sebotol cairan pembersih lantai. Kuat dugaan, aksi bunuh diri itu dilakukannya dengan menenggak cairan tersebut.

Di sisi lain keluarga korban terkesan menutupi kasus kematian korban. Isu yang beredar, bunuh diri itu sengaja dipilih korban karena tak kuat menanggung aib yang dilakukannya sendiri.

“Dia memerkosa anaknya sendiri yang berusia empat tahun. Warga di sini berencana melaporkannya ke polisi, tapi keluarganya melindunginya,” kata seorang sumber Serambi di lokasi kejadian.

Gendra Aldiyasa Terjun Bunuh Diri Tanpa Busana Dari Apartemen Hampton Park Cilandak Karena Tidak Diberi Uang Untuk Nonton Final Piala AFF Di Malayasia

Motif bunuh diri Gendra Aldiyasa (18), dengan terjun bebas dari Apartemen Hampton Park, Cilandak, Jakarta Selatan, kemarin terkuak. Aksinya itu dipilih dilatarbelakangi kekesalannya karena orangtuanya tak memberi uang untuk acara nonton bareng final leg pertama antara Timnas Malaysia vs Indoensia.

“Menurut teman Gendra, korban loncat karena enggak dikasih uang sama orang tua buat nonton bareng final pertama Piala AFF, mereka ada acara nobar di Kemang Jakarta. Tapi untuk kejiwaan korban masih normal,” ujar Kepala Kepolisian Sektor Cilandak, Kompol Azhar Nugroho saat dihubungi wartawan, Selasa (28/12).

Azhar juga mengakui bahwa Gendra yang tercatat sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut terjun dengan tanpa sehelai benangpun di pakaiannya. Diketahui, sebelum aksinya pada 04.30 Wib, malamnya Gendra masih sempat ngobrol bareng teman-temannya.

Pagi tadi, pihak kepolisian masih terus memanggil saksi-saksi terkait peristiwa bunuh diri Gendra. Kanit Reskrim Polsek Cilandak Inspektur Satu Alam Nur dihubungi terpisah mengatakan telah memeriksa pengelola apartemen. Sementara untuk keluarga, belum bisa dilakukan karena masih syok.

Ingin Mengintip Karyawati Ganti Baju Malah Menemukannya Sedang Bunuh Diri

Seorang karyawati perusahaan elektronik ditemukan tewas tergantung dan tangan kiri tersayat di rumah kontrakan Kampung Bojong Koneng Rt 04/01, Desa Telaga Murni, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Sabtu(27/11) sore. Jasad Heni,23, kemudian diturunkan dari tiang oleh warga. Petugas Polsek Cibitung yang menangani kasus ini menyelidiki kasus dan motifnya.

Menurut keterangan, Heni ditemukan tergantung jadi mayat ketika seorang warga mengintip dari jendela karena ingin mengintip karyawati tersebut ganti baju karena kontrakan karyawati itu tertutup jadi warga tadi terperanjat . Penemuan ini diberitahukan ke warga lainnya yang kemudian bersama-sama mendobrak pintu rumah kontrakan itu.

Rido,26, saudara korban yang datang ke lokasi mengatakan kalau Heni tak memiliki masalah. Petugas Polsek Cibitung yang datang ke lokasi memeriksa mayat menemukan tempat obat yang kosong, silet maupun tali tas warna hitam yang digunakan korban untuk menggantung diri. Diduga korban nekat mengakhiri hidup dengan menenggak obat lalu menyayat tangan kirinya kemudian menggantung dirinya. Jasad korban dikirim ke RS Cibitung

Wanita Disc Jockey Dihipnotis Dan Dirampok Kenalan Baru Sampai Telanjang Di Lobby Hotel

Wanita Disc Jockey (DJ) diperdaya pria setengah baya yang menawarinya pekerjaan. Setelah makan di hotel, ia tertidur hingga tak sadarkan diri ditelanjangi, lalu hartanya termasuk mobil dibawa kabur.

Rasiti Saputri, 31, korban, ditemani Suryajaya, 38, suami, datang ke Redaksi Pos Kota Jl. Gajah Mada 100, Jakbar, Senin (6/9) siang. Membawa surat laporan No Pol: 479/K/VI/2010/POLSEK.TMS tanggal 4 Juni 2010.

Menurutnya, seorang pria yang mengaku bernama Wil menelepon menanyakan niatnya mencari pekerjaan. Meski curiga lantaran tak merasa pernah memberi nomor HP pada orang lain, wanita itu tetap datang ke tempat yang dijanjikan pada 3 Juni Pk. 22:00. Di lobby satu hotel di Jl. Hayam Wuruk, pria yang mengaku bernama Wil menemuinya.

Setelah berjabat tangan, Rasiti mengaku bagai dicokok hidung mengikuti pria itu ke kamar 310. Sambil mengobrol, mereka makan dan minum.  “Tau–tau ketika saya terbangun saya sudah dalam keadaan telanjang ditempat tidur,” katanya. Perhiasan yang dikenakan, tas isi uang Rp500.000, ATM dan surat identitas raib. “Bahkan semua baju saya sampai pakaian dalampun juga tak ada.”

Panik karena merasa dilecehkan dan telah diperkosa, Rasiti nyaris bunuh diri dengan memotong pergelangan tangan pakai pecahan gelas. Namun, niat bunuh diri urung dilakukan. Belakangan, disadarinya juga mobil Honda City merah nopol B 1201 FAA yang dibawanya sudah dibawa kabur Wil.

Setelah melapor ke Polsek Taman Sari, pasangan Rasiti dan Surya terus memburu Wil. Termasuk meminta gambar dari kamera pengintai (closed circuit television/cctv) hotel yang merekam pertemuan di lobby. Selain itu, terekam pula beberapa jam sebelumnya penjahat itu datang bersama seorang pria yang dikenalnya.

“Saya kecewa polisi belum juga menangkap pelakunya, padahal ada gambarnya dalam kamera cctv,” kata wanita yang berencana melapor ke Polda Metro Jaya ini.

Menanggapi hal itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Boy Rafli Amar, mengatakan polisi memerlukan waktu untuk penyelidikan. “Apapun informasi yang dimiliki korban segera diberitahu ke penyidik agar memudahkan penyelidikan. Jangan sungkan-sungkan,” ujarnya

PELAKU TELAH TERTANGKAP: LIHAT BERITANYA DISINI

Media Massa Indonesia Tidak Memiliki Etika Yang Penting Laku dan Banyak Kunjungan

Kegelisahan masyarakat terkait praktik media massa akhirnya muncul juga.

Media massa dianggap sebagai salah satu agen yang amat berperan dalam imitasi perilaku sosial, termasuk kriminalitas. Harian Kompas dan Tb Ronny Nitibaskara (10/11/2008) menulis, media massa, terutama televisi, berperan dalam imitasi perilaku kejahatan, termasuk mutilasi.

Telaah tentang pengaruh media massa bagi perilaku sosial sebenarnya sudah menjadi kajian lama. Riset Albert Bandura tahun 1977 menemukan, televisi mendorong peniruan perilaku sosial, bahkan pada tahap akhir mampu menciptakan realitas (teori pembelajaran sosial kognitif). Untuk konteks Indonesia, debat tentang tema itu masih berlangsung tanpa refleksi berarti bagi media massa, terutama televisi.

Dua wilayah etika media

Hingga kini, fokus perhatian etika media massa ada pada wilayah teknik jurnalistik. Wilayah teknis dalam etika media massa ini terkait proyek bagaimana menghasilkan berita yang sesuai dengan fakta dan mengurangi bias sekecil mungkin. Nilai berita, yaitu kebaruan, kedekatan, kebesaran, signifikansi, dan human interest, menjadi rambu-rambu teknis untuk menentukan kelayakan berita.

Pada wilayah itu, pembangunan etika didasarkan prinsip-prinsip teknis, yaitu akurasi, keberimbangan, dan keadilan (fairness). Tujuan utamanya adalah membangun obyektivitas dan kebenaran (truth). Hingga kini, berbagai jenis pelatihan etika jurnalistik hanya berorientasi pada masalah etika dalam wilayah teknik jurnalistik.

Dalam kompetisi industri media yang kian seru, pertimbangan teknis sering hanya didasari etika teknis. Sebuah talkshow di televisi baru-baru ini membahas mutilasi dengan mengundang dua narasumber: seorang kriminolog dan ahli forensik. Sang ahli forensik dengan dingin memaparkan aneka jenis modus mutilasi dengan amat rinci, termasuk cara pemotongan bagian-bagian tubuh.

Jika memakai kaidah etika teknik, tidak ada yang salah dengan acara itu karena memenuhi kaidah akurasi. Namun, sulit disanggah, susah menemukan makna publik di balik pemaparan berbagai teknik mutilasi itu bagi masyarakat. Tak heran jika Sri Rumiyati memutilasi suaminya karena terinspirasi Ryan lewat tayangan televisi.

Masalahnya, ada di wilayah etika kedua terkait makna publik. Wilayah ini melampaui wilayah teknik dan berusaha menampilkan media massa terkait makna publik (public meaning) di balik berita. Etika pada level ini tidak lagi berurusan dengan operasi teknis, tetapi sebagai landasan moral dalam menghadapi fakta publik (Ashadi Siregar, 2008).

Jadi, masalahnya bukan bagaimana menyusun reportase sesuai fakta, tetapi menyampaikan analisis berita (news analysis) agar mempunyai makna publik. Dengan demikian persoalannya bukan apakah sebuah berita sesuai dengan fakta, tetapi apakah berita itu memiliki nilai publik.

Dalam konteks televisi, temuan Bandura tiga puluh tahun lalu seharusnya menjadi peringatan bahwa menampilkan fakta apa adanya ternyata tidak cukup. Menampilkan ahli forensik dalam talkshow TV dan memaparkan teknik mutilasi secara rinci harus dihadapkan pada konteks makna publiknya.

Berita dan kompetisi wacana

Konsekuensi dari etika jenis kedua adalah melihat berita sebagai wacana (discourse) dalam konteks kompetisi perebutan makna adalah kehidupan publik. Berita diposisikan sebagai unit yang mampu memengaruhi proses pembentukan makna dalam kehidupan publik. Kehidupan publik merupakan kawanan makna yang dihasilkan dari perebutan makna oleh berbagai pemegang alat produksi makna.

Postmodernitas mengajarkan, makna selalu relatif bergantung pada siapa yang keluar sebagai pemenang dari medan pertempuran makna. Media massa tidak bisa bersikap naif dengan melarikan diri dari pertempuran itu dan dengan selubung teknik jurnalisme. Persis saat media massa merupakan salah satu lembaga yang signifikan dalam produksi makna, di situ masalah etika publik menjadi relevan.

Dalam perang makna, ada tiga peserta utama, yaitu negara, pasar, dan masyarakat. Tiga hal ini saling berseteru memperebutkan makna sesuai kepentingan masing-masing. Kehidupan publik yang ideal adalah fungsi dari keseimbangan tiga sektor itu.

Di manakah posisi media massa? Secara struktural, sebenarnya bangunan kehidupan media massa sudah ideal. Negara sudah menumpulkan sengat politiknya lewat UU Pers No 49/1999 dan UU Penyiaran No 32/2002. Artinya, hegemoni negara sudah bisa dilucuti. Untuk media penyiaran, aspirasi masyarakat sipil sudah termanifestasikan melalui KPI (meski KPI sering kelimpungan menghadapi industri yang keras kepala). Secara bisnis, bisnis media massa Indonesia sudah amat leluasa, bahkan cenderung mendominasi. Tiga pilar itu sudah hidup dengan leluasa dalam habitat media massa Indonesia.

Ketika fasilitas makro sudah diberikan dan ternyata masih timbul masalah, pendulum harus diarahkan pada wilayah internal media massa sendiri. Dalam iklim kebebasan media, mekanisme swa-sensor menjadi acuan utama dalam menentukan kelayakan berita, meninggalkan sensor eksternal dari negara. Dengan demikian, etika menjadi signifikan dalam proses self-censorship. Masalah muncul karena yang dominan dipakai media massa Indonesia adalah etika teknis yang amat rentan bagi publik dalam konteks kompetisi industrial.

Di sisi lain, menyambut liberalisasi, kita dihadapkan fakta, ada perbedaan bentuk kontrol negara dan kontrol pasar. Kontrol negara bersifat koersif, sedangkan kontrol pasar bersifat intrusif. Intrusivitas kontrol pasar itu menjelma dalam watak berita yang berorientasi pada kompetisi pasar, berlandaskan etika teknis sehingga berita sering kehilangan makna publiknya.

R Kristiawan Senior Program Officer for Media, Yayasan TIFA, Jakarta; Mengajar di Unika Atma Jaya, Jakarta

Televisi Indonesia Sebuah Industri Kejahatan

Berbagai berita kejahatan yang disajikan media, terutama televisi, dinilai mampu menginspirasi khalayak melakukan aksi-aksi kriminalitas.

Hal ini terbukti dari mutilasi yang dilakukan Sri Rumiyati (48). Perempuan yang akrab disapa Yati itu mengaku menirukan cara Very Idam Henyansyah (Ryan) dalam membunuh salah satu korbannya. Yati memotong mayat suaminya, Hendra, guna menghilangkan jejak.

Dalam catatan Litbang Kompas, sejak Januari hingga November 2008 terjadi 13 peristiwa pembunuhan mutilasi di Indonesia. Angka tertinggi untuk periode tahunan sejak kasus mutilasi muncul tahun 1967. Pada tahun 2007 terjadi tujuh peristiwa mutilasi (Kompas, 10/11/2008). Apakah tingginya kasus mutilasi merupakan akibat televisi gencar menayangkan kasus-kasus yang ditiru anggota masyarakat lainnya? Lebih mengerikan lagi, kejahatan telah menjadi industri tontonan yang dihadirkan televisi?

Tidak mudah menyimpulkan, berita kejahatan yang disajikan televisi berpengaruh langsung bagi khalayak. Ada tiga perspektif yang dapat dikemukakan. Pertama, media dipandang memiliki kekuatan penuh mendikte perilaku khalayak. Dalam hal ini, khalayak dianggap pasif sehingga merespons begitu saja stimulus yang digelontorkan media. Situasi masyarakat yang penuh alienasi, isolasi, depresi, dan tingkat pengangguran tinggi merupakan lahan subur bagi media dalam menancapkan pesan-pesan kejahatan.

Kedua, media dipandang amat lemah untuk memengaruhi khalayak. Dalam kondisi ini, khalayak bisa bersikap aktif untuk menegosiasikan atau menolak pesan-pesan kejahatan yang disajikan media. Daya intelektualitas, level ekonomi, atau usia merupakan faktor determinan yang tidak dapat dikesampingkan.

Ketiga, media memiliki dampak terbatas bagi khalayak. Hal ini dapat terjadi karena media dipandang sebagai salah satu faktor, selain faktor-faktor lain, seperti kematangan psikologis, konteks sosial yang melingkupi individu-individu, dan daya selektivitas khalayak terhadap muatan media sehingga media bisa berpengaruh pada tingkat gagasan, sikap, atau perilaku.

Fenomena yang tidak boleh dianggap sepele adalah televisi terlalu permisif untuk menampilkan kasus-kasus kriminalitas. Adegan rekonstruksi yang secara rutin ditampilkan televisi telah menjadi tontonan keseharian. Industrialisasi kejahatan menjadi kian marak digulirkan televisi. Kejahatan dikemas secara masif dan berulang-ulang dalam ruang keluarga. Alasan utama yang menjadi dalih klise ialah tontonan kejahatan amat diminati khalayak. Hasrat penonton menjadi justifikasi yang tidak boleh disanggah. Rating, sharing, atau perhitungan komersial mengakibatkan kriminalitas mudah dikonsumsi.

Mistifikasi pasar

Ketika para pengelola televisi berdalih tingginya berita-berita kejahatan yang ditampilkan karena permintaan konsumen, maka terjadilah mistifikasi pasar. Artinya, pasar dianggap sebagai kekuatan penentu yang tidak dapat dibantah. Padahal, dalam pasar itu ada mekanisme penawaran dan permintaan. Selera pasar bisa diciptakan dan diarahkan. Pasar tontonan seolah berlangsung secara alami, padahal yang sebenarnya berlangsung di pasar kemungkinan dapat direkayasa.

Pasar mendorong jurnalisme berita kejahatan sekadar mengabdi kepentingan modal dan pelipatgandaan keuntungan. Kenyataan ini berlangsung konsisten karena, seperti dikatakan John H McManus (Market-Driven Journalism: Let the Citizen Beware?, 1994), pasar memiliki enam karakteristik, yaitu (1) kualitas dan nilai ditentukan konsumen ketimbang produsen atau pemerintah; (2) responsif terhadap konsumen; (3) koreksi diri karena pasar bersifat fleksibel; (4) motivasi konstan dari pelaku pasar untuk berkompetisi; (5) mengandalkan efisiensi; dan (6) konsumen bebas untuk menentukan pilihan.

Namun, nilai yang sering diabaikan pasar ialah moralitas. Pasar televisi tak pernah menggubris apakah tayangan berita kriminalitas berdampak buruk bagi khalayak. Doktrin utama pasar adalah semua tontonan dijual bagi konsumen. Apakah konsumen menjadi berperilaku jahat karena meniru adegan sadisme yang ditayangkan, para produsen tontonan tidak peduli. Bahkan, produsen cenderung menyalahkan khalayak yang dianggap tidak bisa bersikap kritis terhadap berita-berita kriminalitas. Itulah yang dalam bisnis dinamakan externalities, yakni kehancuran dan imoralitas sosial yang terjadi dianggap di luar tanggung jawab media. Televisi tidak pernah keliru karena konsumen sendiri yang dinilai tahu risikonya.

Dilanda anomi

Industrialisasi kejahatan yang dijalankan televisi secara potensial dan nyata mampu menciptakan inspirasi bagi aksi- aksi kejahatan berikutnya. Hal ini mudah dipicu saat masyarakat dilanda anomi, yakni situasi tanpa norma. Pada situasi anomi, tatanan komunitas dan sosial merosot, digantikan rasa keterasingan dan kekacauan. Dalam situasi anomi, terjadi penekanan berlebihan pada tujuan-tujuan hidup, tetapi cara-cara meraih tujuan itu tidak mampu disediakan secara mencukupi yang dikarenakan nilai-nilai kebaikan yang semuanya relatif seperti koruptor dihormati dan disegani. Salah satu kekuatan kunci yang terlibat dalam penanaman tujuan-tujuan hidup adalah media. Media pula yang mengajarkan bagaimana menjalankan kejahatan untuk meraih tujuan hidup itu (Yvonne Jewkes, Media and Crime, 2005).

Televisi berulang memberi contoh bagaimana cara menerabas hukum dapat digunakan untuk meraih tujuan hidup yang dianggap sukses. Meski itu dianggap tindak kejahatan, yang berarti pelanggaran terhadap hukum dan norma-norma, tetap saja diimitasi individu-individu tertentu. Sebab, mereka berpikir tiada cara lain yang lebih baik ketimbang beraksi sebagai kriminal. Di situlah televisi menanamkan perilaku kejahatan dan masyarakat melakukan pembelajaran. Mereka yang melakukan peniruan itu biasanya dari kelompok marjinal yang tidak punya akses untuk meraih tujuan hidup yang baik yang juga dikarenakan koruptor-koruptor yg duduk dipemerintahan.

Lazimnya, industri kejahatan yang diandalkan televisi adalah kasus-kasus kriminalitas jalanan yang melibatkan kaum pinggiran. Bukankah kejahatan jalanan mudah memancing sensasi karena melibatkan kekerasan fisik yang berdarah-darah? Klop dengan dogma industri kejahatan di televisi yang berbunyi: If it bleeds, it leads. Semakin berdarah-darah semakin meriah karena masyarakat yang dilanda anomi seperti Indonesia sangat haus darah seperti zaman romawi kuno.

Triyono Lukmantoro Dosen Sosiologi Komunikasi Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang

Perampok Bersentaja Api Melakukan Bunuh Diri Karena Ketahuan

Kawanan rampok bersenjata api (senpi rakitan) dan golok, beraksi di kediaman Wagimin,53, warga Desa Isorejo Kecamatan Bungamayang, Lampung Utara, Minggu (9/11) sekitar pukul 03:00.

Kelima perampok menodong korban dan keluarganya dengan senjata api dan golok. Korban melawan, namun dengan sadis, kawanan rampok ini menembak dada dan membacok lengan kiri dan kaki kanan Wagimin.

Selain itu, pelaku juga membacok anak korban, Muhtarom,18. Kini kedua korban dirawat intensif tim di RS Handayani, Kotabumi.

Kawanan rampok ini masuk ke rumah dengan cara memanjat atap. Namun, aksi perampok bertopeng ini diketahui warga. Mereka lalu melarikan diri sambil melepaskan tembakan.

EMPAT KABUR
Empat rampok kabur ke hutan. Erpan,35, warga Desa Penagan Ratu Kecamatan Abung Timur Lampura yang membawa senpi rakitan kabur ke rumah Tarji ,34, yang tidak jauh dari rumah korban.

Warga langsung mengepungnya. Diduga takut dikeroyok Erpan bunuh diri dengan cara menembak kepalanya sendiri.

Dari tempat kejadian perkara (TKP), petugas berhasil mengamankan satu slongsong peluru, satu pucuk senpi rakitan sisa dua peluru yang masih aktif disita dari tangan tersangka Erpan.

Kapolsek Sungkai Selatan AKP Emrosadi didampingi Kabag Ops Polres Lampura Kompol Muchtarom S.Sos, dan Kasat Samapta Polres Laura AKP Suhardjono mengatakan, pihaknya mengetahui kejadian itu dari laporan Kepala Desa Isorejo.

Polisi Diminta Menyelidiki Kasus Tewasnya Wanita Yang Terjun Bebas Dari Apartemen Meditrania Tanjung Duren

Keluarga wanita cantik yang terjun dari lantai 16 Apartemen Meditrania Tanjung Duren, Jakarta Barat, meminta polisi agar mengusut kasus tersebut sampai tuntas. Mereka tak percaya korban tewas akibat bunuh diri.

Grifith Mirizka (bukan Marlina Wiwin-red) tewas terhempas dari lantai 16 J Tower D Apartemen Mediterania, Kamis (6/11) malam. Kedua kakinya patah, kedua tangan korban tampak bekas irisan senjata tajam. Namun petugas Polsek Tanjung Duren belum mengetahui apakah Grifith sengaja terjun atau ada orang yang mendorongnya.

Paman korban, Ambro William Siwi, 40, yang diminta keterangan di Polsek Tanjung Duren, ia curiga ketika melihat jenazah korban. Gadis asal Tomohon, Sulut, yang semasa hidupnya bekerja di sebuah salon di Makasar itu, di kedua tangannya tampak bekas irisan silet.

”Bekas sayatan senjata tajam itu yang membuat kami curiga,” kata pamannya yang datang ke Jakarta, untuk mengurus pengambilan jenazah korban. Grifith Meriska atau akrab dipanggil Mei yang merupakan anak tunggal Ny. Vera, 49, kata Ambro, tidak pernah memakai obat terlarang.

Hal itu dipertanyakan polisi kepada pamannya, karena polisi menemukan silet, pisau komando, barang terlarang sejenis putau dan shabu-shabu, puluhan bong kertas, almunium foil berantakan di kamar korban.

Dijelaskan pamannya, seminggu lalu sebelum Mei pergi ke Jakarta sempat pamitan kepada ibunya.”Waktu itu sebenarnya mau pulang menemui ibunya di Manado. Tapi ia mau ke Jakarta dulu. Ibunya sempat bilang mau ke tempat siapa ke Jakarta.”

Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat, Kompol Suyudi Ario Seto SH, Sik, mengatakan, pihaknya masih mengusut kasus tersebut. “Kami masih menyelidiki siapa pemilik kamar apartemen tersebut,” jelasnya.