Category Archives: penculikan

2 Pria Diculik Di Olimo Jakarta Oleh Perusahaan Penyaluran Satpam

Mertua dari salah satu korban mengatakan bahwa menantunya AZ memang sedang terbelit utang piutang. Menurutnya, jumlah utang pria 35 tahun tersebut sebanyak Rp 300 juta. “Dia memang lagi ngutang Rp 300 juta tapi bilangnya dia sanggup bayar dan akan membayar. Tapi mungkin yang punya uang tidak sabaran,” ujar Samuji (60), mertua AZ di Polsek Taman Sari, Rabu (18/9/2013).

Samuji mengatakan, menantunya tersebut memang seorang pebisnis. Namun, dirinya tidak tahu bisnis apa yang sedang digeluti menantunya tersebut saat ini. “Bisnis tempo hari si hasil bumi. Namun yang di cilacap kita sendiri kurang tahu bisnis apa. Dan dia terkena tipu bosnya saat itu,” ujar Samuji.

Samuji mengatakan, saat ini keadaan menantunya baik-baik saja. “Keadaannya sehat. Dia mengaku memang sering ditonjoki mukanya. Dan disundut putung rokok,” imbuh Samuji. Semalam, korban AZ memang mengaku jika dia dan temannya terlibat utang. “Intinya saya usaha sama kawan saya, tapi tidak ada sangkut pautnya dengan kantor sini, usaha saya sedang bangkrut jadi saya berusaha memulihkan tetapi tak sabar ingin uangnya kembali. Jadi menggunakan jasa debt collector dan menyekap saya,” ujar AZ.

AZ (35) dan AA (49) berhasil dibebaskan Polsek Taman Sari dari penyekapan di sebuah ruko di kawasan Olimo. dalam pembebasan itu polisi juga membawa 8 orang saksi yang merupakan karyawan dari PT BJM, perusahaan penyalur satpam. Polisi menggerebek sebuah ruko dua lantai tempat penyekapan 2 orang di Olimo, Jakarta Barat tadi malam. Ruko tersebut ternyata kantor penyalur tenaga keamanan.

Pantuan di lokasi, tepatnya di Jalan Hayam Wuruk no 120 D, Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (18/9/2013), ruko berplang PT Benteng Jaya Mandiri tersebut sudah diberi garis polisi dan dijaga sekitar dua petugas polisi di depannya. Terlihat juga ada sekitar enam buah sepeda motor terparkir di depan ruko. “Itu memang tempat penyalur satpam. Dan yang punya orang Cina,” ujar salah seorang penjual nasi di dekat ruko yang enggan disebut namanya.

Dalam penggerebekan tersebut polisi menangkap 8 orang pelaku penyekapan. Salah satunya disinyalir adalah oknum anggota TNI AL. Ketua RT 10 RW 09 Mapar, Taman Sari, Jakarta Barat, Wito Lesmana (48) mengaku dirinya sering melihat beberapa anggota TNI AL keluar masuk ke dalam ruko tersebut.

“Ya namanya juga perusahaan jasa pengamanan. Sepengetahuan saya yang paling banyak itu anggota TNI AL paling banyak, kan yang melatih mereka-mereka itu,” kata Wito ketika ditemui di lokasi penyekapan. 2 Pria disekap sekelompok orang di ruko tersebut selama dua minggu. Diduga motif penyekapan tersebut karena masalah hutang piutang. Kedua pria nahas itu akhirnya berhasil dibebaskan dalam operasi penggerebekan yang dilakukan polisi, Selasa (17/9) malam.

Polsek Taman Sari membebaskan dua korban penyekapan di ruko di kawasan Olimo, Taman Sari, Jakarta Barat. Menurut salah satu penjual nasi di dekat ruko tersebut, karyawan ruko pernah mengaku membeli nasi untuk tahanan yang ada di dalam ruko.

“Waktu itu karyawan ruko pernah beli nasi dengan lauknya yang sederhana banget. Saya coba tanya ke security itu. Katanya nasinya buat orang yang ditahan,” kata penjual nasi yang enggan disebutkan namanya tersebut di sekitar ruko, di kawasan Olimo, Taman Sari, Jakarta Barat, Selasa (18/9/2013). Penjual nasi tersebut langsung kaget. Kemudian dia menanyakan soal keberadaan tahanan di dalam ruko tersebut.

“Saya kaget. Saya tanya, kok bisa ada tahanan di dalam ruko? Kata dia, iya ada sel tahanan, katanya sih ada 2 sel tahanan. Kata security, yang ditahan itu ada masalah utang piutang,” tuturnya. Dalam penggerebekan itu, polisi menangkap 8 orang yang dijadikan saksi kasus penyekapan, salah satunya oknum anggota TNI AL. Wito Lesmana (48), Ketua RT 10 RW 09, Mapar, Taman Sari, Jakarta Barat, mengaku dirinya sering melihat beberapa anggota TNI AL keluar masuk ke dalam ruko tersebut.

“Ya namanya juga perusahaan jasa pengamanan. Sepengetahuan saya anggota TNI AL itu paling banyak. Kan yang melatih mereka-mereka itu,” kata Wito ketika ditemui di lokasi penyekapan. Petugas dari Polsek Taman Sari, Jakbar melakukan operasi penggerebekan di salah satu ruko yang ada di kawasan Olimo, Taman Sari pada Selasa (17/7/2013) malam. Polisi berhasil membebaskan dua orang yang disekap selama sekitar dua minggu.

Seorang anggota TNI ikut diamankan polisi saat operasi penggerebekan kasus penyekapan di sebuah ruko di Olimo, Taman Sari, Jakarta Barat. Anggota TNI tersebut saat ini menjalani pemeriksaan. Jika terbukti terlibat, anggota TNI tersebut akan ditindak tegas.

“Sedang dalam investigasi, kalau salah diberesin,” kata Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (18/9/2013).

“Diberesin gimana pak?” tanya wartawan.

“Ya diembat dong, kalau salah ditindak hukum. Kalau dia pidana ya maaf masuk penjara,” jawab Moeldoko.

Moeldoko menjelaskan, dirinya juga mengikuti proses pemeriksaan anggota Lantamal tersebut. Jika terbukti bersalah maka tindakan keras akan diberikan kepada anggota tersebut. “Belum didalami, tapi saya mengikuti dan sedang dalam investigasi. Prinsipnya itu bagi saya, tindakan keras ke dalam. Kalau ada prajurit yang begitu tidak pantas,” ucapnya.

2 Pria disekap sekelompok orang di ruko tersebut selama dua minggu. Diduga motif penyekapan tersebut karena masalah hutang piutang. Kedua pria nahas itu akhirnya berhasil dibebaskan dalam operasi penggerebekan yang dilakukan polisi, Selasa (17/9) malam. Sebanyak 8 saksi diamankan dalam penggerebekan itu, salah satunya anggota TNI AL.

Dua pria menjadi korban penyekapan di sebuah ruko di Jalan Hayam Wuruk, Taman Sari, Jakarta Barat. Menurut pengakuan mertua salah satu korban, menantunya diculik saat sedang tidur pada hari Jumat.

“Dia diculik dari Jumat berarti sampai sekarang sudah lima hari. Saat itu dia sedang tidur lalu dipaksa diborgol, langsung matanya ditutup dan langsung dimasukkan ke dalam mobil,” ujar Samuji (60), mertua dari AZ, salah satu korban penyekapan di Polsek Taman Sari, Rabu (18/9/2013).

Menurut Samuji, saat itu istri dan keluarga sangat kaget dan tidak mengetahui ke mana korban akan dibawa. “Dibawa kemana tidak tahu. Soalnya tidak ada telepon anak itu,” ujar Samuji. Samuji yang hadir bersama kerabatnya memang mengetahui bahwa menantunya tersebut memiliki hutang. Namun ia yakin bahwa sebenarnya menantunya tersebut sanggup membayar.

“Memang ada utang piutang dan yang punya uang nggak sadar, akhirnya nyuruh premanlah. Dia utangnya Rp 300 juta dan bilangnya sanggup dibayar dan mau bayar gak melarikan diri,” imbuh Samuji. Semalam, korban AZ memang mengaku bahwa dia dan temannya terlibat utang. “Intinya saya usaha sama kawan saya, tapi tidak ada sangkut pautnya dengan kantor sini, usaha saya sedang bangkrut jadi saya berusaha memulihkan tetapi tak sabar ingin uangnya kembali. Jadi menggunakan jasa debt collector dan menyekap saya,” ujar Ahmad.

Semalam AZ (35) dan AA (49) berhasil dibebaskan Polsek Taman Sari dari penyekapan di sebuah ruko di kawasan Olimo. Dalam pembebasan itu polisi juga membawa 8 orang saksi yang merupakan karyawan dari PT BJM, perusahaan penyalur satpam.

Janda Muda Ajak Polisi Culik Selingkuhannya Yang Memutuskan Hubungan Cinta

Bripka Misran, oknum bintara Polres Deliserdang, Sumatera Utara diamankan tim Reskrim Polsek Medan Area, Jumat (22/7/2011) malam kemarin, setelah diduga terlibat penculikan Julmi Piliang (56) selama 16 hari. Keterlibatan oknum polisi itu terungkap berdasarkan keterangan Farida Hanum (57) warga Jalan Pelajar Timur, Medan Kota, Sumatera Utara yang dijadikan tersangka utama dalam kasus penculikan ini. Polisi sendiri sudah menahan empat tersangka, dua lainnya ialah Sri Wahyuni (27) dan Heni Novitayanti.

“Pelakunya ada tujuh orang, kami masih berusaha menangkap tiga pelaku lainnya,” kata Kanit Reskrim Polsek Medan Area AKP Jonser Banjarnahor, Minggu (24/7/2011). Penculikan itu dilandasi sakit hati Farida Hanum terhadap Julmi, yang tak lain selingkuhannya. Diduga karena hubungan asmara itu diputuskan Julmi secara sepihak, Farida yang menyandang status janda langsung menyusun rencana pembalasan dendam.

Untuk memuluskan aksinya, Farida melibatkan menantunya, Bripka Misran. Para pelaku kemudian menjebak korban di sebuah kafe di Jalan Pasar Merah Ujung, Medan Area pada Kamis (7/7/2011) lalu. Para pelaku memaksa istri korban, Heni menyerahkan uang Rp 58 juta sebagai tebusan. Karena tak memiliki uang cukup, Heni kemudian melaporkan kasus itu ke Polsek Medan Area. Korban sendiri mengaku kerap dianiaya selama disekap

Sekelompok Pemuda Serbu dan Menculik Anak Gadis Di Pondok Gede Dari Rumah Orangtua Karena Tidak Tahan Melihat Kecantikannya

SEKELOMPOK pemuda bersenjata pistol dan parang menyerang rumah Johanes Kerans (47) di Bekasi, Rabu (22/6) dini hari. Mereka melepaskan dua kali tembakan dan menculik anak perempuan Johanes.

Ditemui Warta Kota di rumahnya di Jalan Raya Kampung Sawah, Gang Angsana RT 07/22, Kelurahan Jatimurni, Pondokgede, Kota Bekasi, kemarin, Johanes Kerans menuturkan apa yang dialaminya.

Menurut Johanes, sekitar pukul 00.30 kemarin ia berada di kamar beserta istrinya, Melani (43). Dua anaknya, Kristin Kerans (22) dan Dedi Kerans (14), berada di kamar yang lain.

Johanes terbangun saat mendengar suara pintu rumah kontrakannya digedor dan ditendang-tendang orang. “Saya bangun dari tempat tidur. Saya bilang, iya sebentar. Baru saja saya keluar dari pintu kamar dan menyalakan lampu, pintu rumah sudah didobrak. Mereka langsung masuk dan menembak saya. Tembakan itu kena dinding dekat kamar, baru pelurunya nyerempet siku kiri saya,” ungkapnya.

Para penyerang itu bukan hanya menembaknya. Seorang di antaranya langsung mengayunkan parang hendak melukai Johanes. Lelaki asal Larantuka, Flores, Nusa Tenggara Timur, ini pun buru-buru menghindar. Ayunan parang itu mengenai pintu kamarnya.

Melihat gelagat buruk, Johanes pun melangkah menuju kamar tidur kedua anaknya. Namun, sabetan parang penyerang mengurungkan langkahnya. “Maksud saya pengin menghalang-halangi mereka yang terus merangsek masuk itu. Tapi sampai di pojokan, sewaktu saya merunduk, punggung saya kena sabetan parang,” katanya.

Melani, istri Johanes, tak kalah paniknya. Ibu empat anak itu tak kuasa menahan tangis saat baku tarik dengan para penyerang yang hendak menyeret Kristin Karens. Demikian pula halnya dengan Kristin. Gadis lulusan D3 jurusan ekonomi dari Universitas Kristen Indonesia itu menangis saat diseret keluar.

Sedangkan Dedi, salah satu anak lelaki Johanes yang juga sempat diancam hendak dikepruk balok oleh gerombolan pemuda itu, akhirnya bisa lepas dari penganiayaan. “Mereka beringas, untung saya bisa menghindar,” tutur Dedi.

Sebelum kabur, salah satu penyerang kembali meletuskan pistolnya, namun tidak mengenai anggota keluarga Johanes. Sementara yang lainnya melemparkan sejumlah pot beserta tanamannya ke arah kaca depan rumah hingga kaca jendela itu pecah berantakan.

Senjata rakitan

Gerombolan pemuda itu akhirnya membawa kabur Kristin Kerans menggunakan sepeda motor. Belakangan diketahui, meraka berjumlah sembilan orang dan datang ke rumah Johanes menggunakan lima sepeda motor. Seluruh sepeda motor itu diparkir sekira 20 meter dari rumah Johanes dalam posisi siap dilarikan.

Johanes mengenali, salah satu pelaku adalah Snd (30), lelaki yang dikenal Kristin Kerans. Snd pernah melarikan Kristin selama dua bulan, dari 28 Maret 2011 hingga 1 Juni 2011. Snd sebenarnya ingin menikahi Kristin.

Aparat Polsektro Pondokgede dan Polres Bekasi Kota kini tengah melakukan pengejaran terhadap para pelaku penyerangan dan penculikan itu.

Kapolres Bekasi Kota Kombes Imam Sugianto mengatakan, pada olah tempat kejadian perkara (TKP) pihaknya menemukan sebutir proyektil peluru. Sementara sebutir peluru lainnya belum ditemukan.

“Kalau dilihat dari materi proyektil yang ditemukan, dugaan kami senjata yang digunakan para penyerang itu senjata rakitan,” ujarnya.

Tren Baru Penculikan Anak Kecil Untuk Dijadikan Teman Para Pengamen

Matheus Ellyas Dias (4), anak balita keluarga polisi yang diculik pada Kamis lalu, ditemukan di Panti Asuhan Anak-anak Ceger, Jakarta Timur, Sabtu (19/3). Saat ditemui di rumahnya di Kompleks Polri di lingkungan RT 8 RW 5, Kampung Rambutan, Ciracas, Jaktim, Minggu (20/3), ia tampak riang bermain bola.

Suprapti (36), ibu Theo, panggilan akrab Matheus, menjelaskan, awalnya ia bersama Tika (17), anak sulungnya; dan Theo pergi berbelanja ke Pasar Kramatjati.

”Sore itu di rumah kami akan diadakan ibadah bersama lingkungan. Kami tiba di rumah pukul 15.30,” kata Suprapti.

Sementara Suprapti memasak, Tika dan Glory (3) anak bungsunya ke luar rumah bermain bersama. Theo pun ikut ke luar. ”Dia sempat minta uang kepada saya dua kali, masing-masing Rp 1.000 buat beli makanan dan gangsing,” tutur Suprapti didampingi suaminya, Brigadir Rafel Dias (38).

Mau dimandikan

Pukul 17.30, jalanan lingkungan mulai sepi. Suprapti pun memanggil Theo untuk mandi. Ternyata Theo hilang. ”Kami sekeluarga mencari. Peristiwa ini membuat saya membatalkan niat memasak. Apa boleh buat, peserta ibadah pun hanya mendapat air mineral,” katanya.

Seusai ibadah, Suprapti pergi dengan kendaraan umum di Kampung Rambutan, Jaktim, mencari Theo. Dengan senter di tangan, ia bolak-balik menyusuri gorong-gorong di lingkungan kompleks. ”Saya khawatir anak saya hanyut dan tersangkut gorong-gorong,” ujarnya.

Keesokan harinya, seluruh keluarga, para tetangga, dan saudari suaminya yang bekerja di Penjinak Bom Gegana Brimob Polda Metro Jaya, menyebarkan pengumuman anak hilang lewat Facebook, Twitter, dan selebaran.

Ditelepon penculik

Hari Jumat, saat Suprapti berdiri di halte bus depan Hotel Nikko, Bundaran HI, ia menerima telepon dari seorang perempuan, Sri, yang mengaku melihat Theo mengamen di bus kota 43, Cililitan-Tanjung Priok.

”Saya menduga dia penculiknya. Sebab, setelah itu diketahui perempuan yang mengaku bernama Sri itu menelepon saya setelah ia meninggalkan Theo di persimpangan Pusat Grosir Cililitan, Jaktim. Ia melepas Theo setelah melihat tayangan Theo di sebuah stasiun televisi,” papar Suprapti. Theo kemudian dibawa seorang polisi ke Panti Asuhan Ceger.

Hari Sabtu, Suprapti diberi tahu Ketua RT Suwondo bahwa anaknya dipastikan ada di panti asuhan. ”Saat diberi tahu, Bu RT sudah tiba di panti asuhan. Punggung Theo merah semua karena dikerok pengasuh panti asuhan. Dia masuk angin karena kurang makan waktu diajak mengamen,” ujar Suprapti. Menurut Theo, selama mengamen, ia hanya mendapat sepotong roti dan satu susu ultra kemasan kecil

Karena Ketika Kecil Pernah Disodomi, Sartono Balas Dendam Dengan Menyodomi 69 Anak dan Menjadikannya Pelacur Bagi Kaum Homoseksual

Anak remaja laki-laki yang jadi korban sodomi Sartono (34) bertambah. Jika awalnya Sartono, tersangka pencabulan serta perdagangan anak remaja, mengaku hanya mencabuli 39 anak, dalam penyidikan ia kemudian mengaku telah mencabuli 96 anak.

Hal ini diungkapkan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Metro Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Reynold E P Hutagalung, Rabu (12/1) di Cilincing, Jakarta Utara. ”Dua tahun terakhir tersangka mengaku telah menyodomi 54 anak dan sebelumnya 42 anak. Rata-rata korban berumur sekitar 14 tahun hingga 17 tahun,” ucapnya.

Menurut Reynold, dari pengakuan tersangka, hampir seluruh korbannya adalah anak jalanan yang tinggal di sekitar stasiun kereta. Beberapa stasiun kereta yang sering menjadi daerah incaran Sartono adalah Jatinegara, Serang, Karawang, Cikampek, Purwakarta, dan Bandung.

”Tersangka sering beraksi memperdaya anak-anak remaja korbannya di gerbong-gerbong kereta rusak. Selain melakukan sodomi, tersangka juga melakukan kekerasan fisik dan psikis pada anak-anak remaja itu,” ujarnya.

Korban

Melihat kecenderungan tindakan pencabulan yang dilakukan tersangka, polisi menduga Sartono juga pernah jadi korban pencabulan. Untuk memperkuat dugaan itu, Polres Metro Kepulauan Seribu kemudian berinisiatif memeriksakan kondisi fisik tersangka ke Rumah Sakit Polri. Hasilnya, ternyata Sartono sering melakukan hubungan seksual lewat anus.

”Setelah kami telusuri, ternyata tersangka mengaku pernah menjadi korban sodomi sejak berusia 13 tahun. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan Rumah Sakit Polri yang menyatakan anus tersangka telah rusak,” kata Reynold.

Sebelumnya, tersangka tak pernah mengaku apabila dirinya pernah menjadi korban sodomi. Bahkan, Sartono yang merupakan warga Dusun Wage RT 03/ RW 01, Dusun Sinarancang, Kecamatan Mundu, Cirebon, itu memiliki seorang istri dan empat anak.

Dengan latar belakang itu, polisi menduga Sartono memiliki kecenderungan biseksual. Artinya, ia memiliki ketertarikan seksual kepada wanita maupun laki-laki.

Sartono tertangkap polisi di Stasiun Kota, Jakarta Barat, setelah sempat melarikan seorang remaja berinisial HR (14), asal Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. Selama diculik, HR disodomi sebanyak 18 kali. Karena tak punya uang, tersangka menjual korban kepada para lelaki homoseksual dengan imbalan Rp 25.000 hingga Rp 50.000 per transaksi.

Di bawah ancaman tersangka, HR dipaksa melayani para laki-laki homoseksual. Sementara uang hasil transaksi seluruhnya diminta Sartono.

Selama 1,5 bulan, korban dibawa Sartono berkeliling ke beberapa kota, mulai Serang, Cikampek, Purwakarta, hingga Bandung. ”Ketika singgah lagi di sebuah hotel di Serang, korban dimarahi tersangka karena uang hasil transaksi, Rp 50.000, ternyata palsu. Korban lalu diminta mengembalikan uang itu. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan korban untuk kabur,” kata Kepala Polres Metro Kepulauan Seribu Ajun Komisaris Besar Hero Henrianto Bachtiar.

Dalam kondisi tertekan dan takut, korban akhirnya berhasil lolos hingga ke Muara Angke, Jakarta Utara. Polisi kemudian membantu HR dan mengantar ke keluarganya di Kelurahan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu.

Dari penemuan inilah aksi pencabulan Sartono kemudian terungkap. Pencarian Sartono sempat terkendala karena dia sering berpindah-pindah dan berganti nomor telepon.

Dari keterangan korban, Sartono diduga telah melakukan tindak pidana sesuai Pasal 328 KUHP dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Siswi SMP Umur 13 Tahun Kabur Bersama Tukang Sate Yang Biasa Mangkal Di Depan Rumah

SEORANG siswi kelas dua SMP di Cileungsi, Bogor, dua kali diculik oleh seorang penjual sate yang kerap mangkal di dekat rumahnya, Taman Cileungsi, Kabupaten Bogor.

Siswi berwajah cantik bernama Marsha Rianda Putri (13) itu dinyatakan hilang pertama kali pada 23 Oktober lalu. Pelaku sempat mengembalikan korban kepada orangtuanya, namun sekitar dua pekan kemudian diculik lagi.

Menurut Achyat Riyadi (40), ayah korban, tudingan bahwa tukang sate itu adalah pelaku penculikan karena pria tersebut menghilang dan tak pernah berdagang lagi bersamaan dengan hilangnya Marsha. Selain itu, Marsha sebelumnya sempat terlihat ngobrol dengan tukang sate tersebut.

Achyat mengisahkan, saat kejadian pertama pada Sabtu, 23 Oktober, dia bersama istrinya gelisah karena sampai sore anaknya belum juga pulang sekolah. Akhirnya mereka mendapat kabar dari teman Marsha bahwa putrinya itu tak masuk sekolah karena dijemput seorang pria.

“Kami kaget bukan kepalang. Teman anak saya bilang, penjemput masuk sampai ke halaman sekolah,” ujarnya.

Setelah menunggu sampai malam, putrinya tak juga muncul, Achyat lantas melaporkan kejadian itu ke Polres Bogor. Namun, setelah berhari-hari menunggu, tak juga ada kabar dari kepolisian. Saat ditanya, polisi malah terkesan menyepelekan laporannya itu.

“Alasannya aneh. Katanya masih koordinasilah atau SP2-nya belum turun. Jawaban ini, membuat kami tambah khawatir tentang keselamatan anak kami,” tuturnya.

Akhirnya, Achyat bersama saudara-saudaranya berupaya sendiri mencari Marsha ke berbagai tempat. Sebulan kemudian, atau sekitar pertengahan November, pihaknya mendapat kabar bahwa anaknya berada di Madura bersama pedagang sate yang biasa mangkal di dekat rumahnya itu.

Guna menjemput si buah hati, Achyat lantas berkoordinasi dengan polisi. Namun, sebelum berangkat ke Madura, Achyat mendapat kabar dari polisi bahwa pelaku dan anaknya sudah meninggalkan rumah di Madura dengan menggunakan angkutan kota. “Kami heran, mengapa pelaku tahu bahwa kami akan berangkat ke Madura,” lanjutnya.

Pria ini tetap nekat membawa pulang putrinya. Setelah berkoordinasi dengan Polres Sampang, Madura, Achyat berangkat ke sana. Sesampainya di Madura, pria ini langsung menuju ke rumah salah satu anggota Polsek Sreseh untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut. Sialnnya, Polsek Sreseh tak berani melakukan pengamanan dengan alasan belum memiliki dasar.

Achyat akhirnya mendatangi rumah Kepala Desa Sreseh untuk mendapat informasi.

“Aneh sekali, Kepala Desa mengatakan anak kami selalu menolak untuk diantar pulang. Jadi, dari situlah saya berkesimpulan bahwa anak saya berada di bawah pengaruh guna-guna karena anak saya tidak mungkin ganjen apalagi mau sama tukang sate yang miskin,” katanya.

Diculik di Bandung

Pria itu akhirnya pulang dengan tangan hampa ke Bogor. Pada 22 November, dia mendapat telepon dari penyidik Polres Bogor agar segera menuju Polres Sampang karena anaknya sudah ditemukan.

Setelah berangkat ke sana, Achyat berhasil bertemu putri tercintanya, walau sang anak dalam kondisi kurang sehat dan langsung dibawanya ke Bogor.

Marsha dibawa ke Bogor dan beberapa hari kemudian diungsikan ke rumah neneknya di Bandung. “Yang kami sayangkan, pelaku tidak diamankan polisi, sehingga pelaku berusaha kembali mencari anak saya,” katanya.

Beberapa hari kemudian, Achyat kaget karena neneknya menghubungi bahwa Marsha diculik lagi. “Anak saya pada 2 Desember lalu dibawa lari lagi oleh pelaku yang sama. Sampai saat ini kami tidak mengetahui di mana anak kami berada,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah anaknya berpacaran dengan pelaku, Achyat mengatakan tidak. “Anak saya tidak pacaran karena sudah saya larang,” tegasnya.

Sementara itu, M Rizki Nasution dari bagian Pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan, sampai saat ini pihaknya terus mengikuti proses yang tengah dilakukan aparat kepolisian. “Kami tetap melakukan monitor apa yang bisa kami bantu terhadap kasus itu, tapi ini kan masih dalam ranah mereka (penyidik kepolisian),” paparnya.

Rizki sudah menyampaikan saran kepada orangtua korban untuk memeriksakan fisik Marsha agar diketahui ada-tidaknya kekerasan. “Kami proaktif dengan penyidik dan mendesak polisi untuk menjadikan tersangka ke dalam daftar pencarian orang. Kami curiga kasus ini ada kaitannya dengan trafficking (penjualan anak),” urainya.

Penculikan Siswi SMP Melalui Facebook Untuk Dijadikan Pelacur Berhasil Dibongkar Polisi

Setelah diburu hampir dua pekan, penculik siswi SMPditangkap di rumahnya di daerah Subang,Jawa Barat Kamis (21/10) . Devi Permatasari, 13, diculik setelah berkenalan melalui jaringan face book, dengan  Reno alias Taufik Hidayat,23.

Polisi  mencomot pria itu setelah menyamar sebagai paman korban. “Kami bertamu dan ketika Reno datang langsung menangkapnya,” kata Kapolsektabes Lengkong, AKP Philemon Ginting.

Dia menjelaskan, empat anggota polisi mendatangi rumah tersangka di Kampung Majasari, Pagaden Kabupaten Subang. Saat masuk, anggota yang menyamar diterima orang tua tersangka yang sudah tua. Sesaat kemudian korban Devi keluar dan ikut ngobrol dengan anggota polisi tadi. Sekira pukul 16.00 tersangka yang baru pulang kerja langsung masuk rumah kemudian anggota pun menangkapnya.

Dijelaskannya, orang tua tersangka saat polisi masuk sama sekali tak mencurigai. Bahkan saat petugas memperkenalkan diri selaku paman Devi orang tua itu semakin percaya dan menyuruhnya masuk sambil meminta menunggu Reno yang sedang bekerja. Selang beberapa jam usai anggota itu mengobrol dengan orang tua, tiba-tiba tersangka pun datang. ” Kami langsung menangkap, kemudian membawanya ke Bandung,”.

Tersangka terancam pasal 2 junto Pasal 17 UU RI No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang dengan ancaman hukuman 15 tahun. Pasal 81 ayat 2 UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman 9 tahun. Subsider pasal 332 ayat 2 ancaman hukuman 9 tahun junto 287 KUH Pidana ancaman hukuman 9 tahun, ujarnya.

Devi, mengakui, saat ada sejumlah pria masuk rumah mengaku pamannya sangat terkejut karena tak punya paman berwajah seperti mereka. Namun, timbul rasa tenang lantaran ada pria yang bisa dimintai tolong untuk membebaskannya. ” Saya terkejut saat seorang polisi memberikan HP ternyata Bapak mengajak ngomong. Pria itu anggota polisi. Kamu harus tenang dan jangan ribut,” kata Devi menirukan saran bapaknya.

Korban mengaku, selama dua pekan lebih dirinya berada di Subang di rumah tersangka. Rencananya,  Reno yang kenal melalui FB akan menjual korban ke sejumlah pria hidung belang. ” Saya bersyukur polisi telah menyelamatkan saya. Terima kasih Pak Polisi,” ucap Devi.
Tersangka ketika diperiksa polisi mengaku berencana menjual korban ke sejumlah pria hidung belang

Siswi SMP Depok Melarikan Diri Bersama Guru Taekwondo Yang Lesbian

Hubungan asmara sesama jenis kembali mencuat. Seorang siswi SMP di Depok, Jawa Barat berinisial Tn (15) terlibat hubungan lesbian dengan Sj (26) yang tidak lain guru Taekwondo-nya.

Jalinan asmara sesama jenis ini menjadi masalah setelah Tn yang sedang menjalani terapi pengobatan orientasi seksual di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA), Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, tiba-tiba menghilang pada Jumat (10/9/2010) malam lalu.

Usut punya usut, ternyata Tn dibawa kabur oleh Sj, kekasih sesama jenisnya. Sj menjadi guru taekwondo Tn sejak remaja putri itu berusia 13 tahun dan masih duduk di kelas I SMP di Depok.

Hubungan lesbian atau sesama jenis antara Tn dan Sj ini ditentang oleh orangtua Tn, yakni Mb. Mb adalah seorang konsultan perbankan.

Karena merasa khawatir dengan anaknya, Mb lalu mengadukan kasus ini ke Komisi Nasional Perlindungan Anak. Akhirnya sejak Juli lalu, Komnas memberikan terapi orientasi seksual pada Tn dengan merumahkannya di RSPA, Bambu Apus, Cipayung.

Namun, ternyata Sj tak hilang akal. Pada Hari Raya Lebaran, ia menculik Tn dari RSPA. Sj berhasil mengelabui satpam RSPA.

Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengakui bahwa ketika itu petugas keamanan RSPA lalai.

“Yang jelas petugas keamanan lalai, karena tak tahu ada anak dibawa kabur orang,” tegas Arist Merdeka Sirait di kantornya, Senin (27/9/2010). Saat ini petugas keamanan akan dimintai keterangan pihak berwajib.

Kisah pertemuan Tn dengan Sj bermula dari latihan Taekwondo di sebuah tempat di Depok dua tahun silam. Mereka akhirnya sering bertemu.

Saking seringnya pertemuan mereka, Tn mengaku jatuh cinta pada Sj. Bahkan Tn juga mengaku sudah beberapa kali berhubungan intim dengan Sj.

Gadis 15 tahun berinisial T diduga dibawa lari S (26), perempuan lesbian yang tak lain guru taekwondo korban.

“T dibawa lari dari Rumah Perlindungan Sosial Anak, Bambu Apus, Jakarta Timur, sejak Idul Fitri tahun ini. T dijemput S pada malam hari,” kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak.

Ketika itu petugas keamanan Rumah Perlindungan Anak tidak mengetahui T dibawa lari S. “Yang jelas petugas keamanan lalai,” tegas Arist di kantornya.

T diduga menjadi korban lesbian yang dilakukan S. Menurut Arist, ayah T yang menjadi konsultan Bank Dunia telah meminta Komnas Anak menyembuhkan orientasi seks T yang menyukai sesama jenis. Namun, lanjut Arist, “Baru beberapa pekan tinggal di sana sudah kabur,” katanya.

Arist menjelaskan, kisah pertemuan T dengan S bermula dari latihan taekwondo di kawasan Depok dua tahun silam. Sekali sepekan, korban bertemu S yang menjadi pelatih taekwondo T.

Korban kemudian kerap dibawa jalan-jalan ke sejumlah tempat di Jabodetabek. Pernah korban meninggalkan rumah sampai sebulan. “T mengakui sudah sering berhubungan intim dengan S,” ujar Arist.

Menurut dia, T sulit dipisahkan karena sangat mencintai S. Arist menegaskan, polisi harus segera menangkap pelaku karena kasus ini diduga terkait dengan penculikan.

“Lebih dari 1 x 24 jam dia tidak kembali ke rumah sudah termasuk penculikan,” ujarnya.

Arist mengakui, baik korban maupun pelaku saling menyukai. Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, hal itu tidak bisa dikategorikan sama-sama menyukai.

“Ini jelas ada unsur rayuan dan bujukan. Selain itu, korban masih anak, bukan orang dewasa,” kata Arist.

Arist mengimbau agar polisi tidak menerapkan KUHP dalam kasus ini. Sebab, bila itu dilakukan, kasus bisa tidak berakhir di meja hijau. “Unsur suka sama suka bisa membuat tersangka bebas, kasus menguap,” ujarnya.

Arist berpendapat, KUHP dinilainya tidak tepat menuntaskan kasus ini. “Sekali lagi, korbannya adalah anak. Karena itu, harus diselesaikan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak,” katanya.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Grace Harianja, saat ditemui terpisah, mengatakan, polisi masih mencari S.

“Kami masih menghimpun informasi dari keluarga dan orang-orang dekat S,” kata Grace.

Mahasiswi Kedokteran Undip Hilang, Diduga Diculik Kenalan di Facebook

Kisah petaka terkait jejaring sosial Facebook kembali terjadi. Sylvia, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dilaporkan hilang. Diduga kuat mahasiswa tingkat akhir itu dibawa kabur pria yang dikenalnya melalui Facebook.

Gadis bernama lengkap Sylvia Russarina (23) itu menghilang atau tidak jelas keberadaannya sejak dua minggu lalu. Dia tak pernah berkirim kabar kepada keluarganya di Jambi. Padahal, biasanya perempuan yang sering dipanggil Sylvi itu rajin menelepon ibunya.

“Kami sudah merasa ada keanehan dengan Sylvi sejak dua minggu belakangan ini. Terakhir dia kirim SMS bunyinya ‘mama jangan cari sylvi, sylvi baik-baik aja’,” kata Maria, kakak Sylvi di rumah pamannya di Perumahan Bogor Asri, Blok D III No.13, Cibinong, Jawa Barat, Kamis (11/2/2010).

Maria menambahkan, hal tersebut membuat keluarganya khawatir. Mereka pun mencoba mendatangi kos Sylvi di Jl Solo, tepatnya di depan RS Kariadi, Semarang, Jawa Tengah. Namun Sylvi tidak ada.

Keluarga kemudian berusaha menemui sejumlah teman kuliah Sylvi. Tapi beberapa orang yang ditemui juga mengaku tidak tahu. Sampai akhirnya ada secuil informasi dari salah seorang mahasiswa.

“Katanya Sylvi dekat dengan seorang pria yang dikenal lewat facebook. Pria tersebut terlihat datang beberapa kali ke kos Sylvi,” ujar Maria.

Khawatir terjadi sesuatu, sambung Maria, keluarga kemudian melaporkan hilangnya Sylvi ke Polwiltabes Semarang. Dia berharap, Sylvi bisa segera ditemukan.

“Tapi sampai sekarang belum ada kabar dari polisi,” ungkap Maria dengan berurai air mata.

Menurut Maria, salah satu tantenya sempat mencoba menghubungi handphone Sylvi semalam. Sempat terdengar suara jawaban dari adiknya.

“Tapi tidak lama ada suara pria yang meminta adik saya mematikan handphone-nya,” ujar Maria.

Sylvia Russarina, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenegoro (Undip), diduga dibawa kabur pria yang dikenalnya di facebook. Barang-barang gadis tersebut masih utuh di tempat kosnya.

“Barang-barangnya masih ada,” kata teman kos Sylvia yang enggan disebut namanya, saat ditemui di tempat kosnya, Jl Solo no.11, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (11/2/2010).

Namun saat ditanya lebih jauh, gadis tersebut enggan berkomentar. Dia hanya mengatakan tidak tahu kemana Sylvia pergi.

“Ya tahu-tahu sudah nggak kelihatan di kos,” ungkapnya sambil berjalan pergi.

Kisah hilangnya Sylvia ini diungkapkan kakak kandungnya, Maria. Menurut Maria, Sylvia menghilang sejak 2 minggu lalu. Pihak keluarga sudah berusaha mencari kemana-mana, namun adiknya tak juga ditemukan.

Maria menduga, adiknya dibawa kabur seorang pria yang dikenalnya di facebook. Pria tersebut berinisial AR dan berasal dari Jombang, Jawa Timur. Dugaan tersebut berdasarkan informasi yang didapat S dari sejumlah teman kuliah Sylvia.

“Teman-temannya bilang adik saya suka berpergian bersama pria yang dikenalnya di facebook,” ujar Maria.

Sylvia Russarina, 23, mahasiswi Fakultas Kedokteran Undip yang diduga dibawa lari kenalan Facebook, diketahui mempunyai masalah akademis. Nilai semesternya jeblok.

Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Undip, Hermanto mengatakan, berdasarkan catatan, beberapa semester terakhir, nilai Sylvia merosot. Ia mengaku tak tahu penyebabnya.

“Rapornya merah. Nilainya terus merosot,” kata Hermanto ketika ditemui di Kampus FK Undip, Kompleks RSUP Kariadi Semarang, Kamis (11/2/2010).

Hermanto tak menjelaskan seberapa jeblok nilai semester Sylvia. Namun ia memastikan, masalah itu sebetulnya bisa diatasi jika Sylvia mau mengikuti semester pendek.

“Saat ini, semester pendek tengah berlangsung. Tapi yang bersangkutan tak ikut,” ungkapnya.

Hermanto mengaku tak tahu menahu kemana perginya Sylvia. Kebetulan, saat ini tengah libur semester, sehingga pihak kampus kesulitan memantau keberadaan mahasiswi asal Jambi itu.

Bapak dan Anak Menyekap dan Memperkosa Anak Gadis Selama 2 Hari dan Kemudian Menawarkan Pada 7 Orang Teman Untuk Ikut Menikmati

Tujuh pemerkosa gadis Mag,21, anak pensiunan polisi, ditangkap Satreskrim Polresta Bandung Barat, di Jalan Gempolsari Bandung, Minggu.

Dari tujuh tersangka yang kini ditahan, dua di antaranya bapak dan anak yang diduga kuat turut memperkosa. Tersangka yang ditangkap AK,47, SE,21, Ki,25, WR,36, YA,19, EP,24 dan ZA,35.

“Anak saya duluan yang memperkosa. Kemudian selang beberapa jam, giliran saya. Awalnya saya tak tahu kalau anak duluan mencicipi, saya pikir saya yang pertama setelah saya coba baru akan saya tawarkan pada anak saya, eh ternyata anak saya lebih jago” kata tersangka AK saat ditanya di Mapolwiltabes Bandung.

Korban diperkosa setelah disekap selama dua malam di kamar kontrakan. Buntut dari kasus ini, tersangka AK menyarankan kepada anaknya SE mempertanggungjawabkan perbuatannya karena SE lah yang menikmati keperawanan korban.

“Mudah-mudahan anak saya mau menikahi korban sebagai rasa tanggungjawab, sehingga saya tidak perlu dipenjara karena hal sepele macam ginian.” kata AK yang berprofesi sebagai pengakut sampah.

MEREBUT HP
Kasat Reskrim Polresta Bandung Barat, AKP Reynold Hutagalung menjelaskan, pemerkosaan terjadi 20 Maret lalu, saat korban melewati kamar kontrakan KI di Jalan Gempolsari Bandung.

Dalam pemeriksaan, kata Kasat Reskrim, tersangka Ki mengaku memperkosa korban dua kali dalam satu jam karena korban tetap telanjang sambil menangis dan tidak segera mengenakan pakaiannya setelah selesai diperkosa hingga nafsunya bangkit kembali. Kemudian dia menawar-nawarkan korban ke tersangka lain.

Usai memperkosa, para tersangka kabur. Dalam kondisi sempoyongan, korban pulang ke rumah orangtuanya.

Korban melaporkan ke Polresta Bandung Barat. Tim polisi menangkap ketujuh tersangka. Tersangka dijerat pasal 285 dan pasal 332 atau pasal 55 KUH Pidana, ancaman hukuman 12 tahun penjara.