Daily Archives: Juli 2, 2008

Seorang Ayah Kandung Berhubungan Intim dengan Dua Anak Kandungnya Selama 18 Tahun

JAKARTA – Biadab. Nuropin alias Bibing, 48, sehari-harinya tukang urut, tega memerkosa dua putri kandungnya selama bertahun-tahun. Selasa (1/7) malam, warga Palmerah itu dibekuk petugas Polres Jakarta Barat.

Perbuatan bejatnya baru terungkap setelah 18 tahun. Ayah delapan anak itu mengaku pasrah jika dirinya diganjar hukuman apapun. “Saya sudah merusak masa depan dua putri kandung sendiri,” katanya seraya mengatakan pada awalnya mereka selalu saya ancam untuk tidak memberitahu ibu namun lama-lama tidak perlu lagi karena sudah terbiasa.

Pengakuan Bibing, perbuatan bejatnya sejak tahun 1990 terhadap anak kandungnya berinisial NM saat putri pertamanya itu berusia 10 tahun. Saat itu sepulang mencari nafkah, ia tidak mendapati Ny. Id, 45, istrinya, di rumah. Sang istri saat itu juag sedang mencari nafkah.

Tergiur dengan kemulusan tubuh putrinya yang saat itu tidur hanya mengenakan pakaian dalam, tersangka tak kuat menahan nafsu lalu mengancam NM yang kini sudah berusia 28 tahun itu. Sang bocah lalu dinodai. “Seminggu dua kali saya menidurinya mulai dari masih umur 10 tahun hingga umur 28 tahun,” aku tersangka yang menjelaskan bahwa istrinya selain tukang urut juga kuli cuci yang setiap hari pulang malam.

Tak hanya NM yang menjadi korban kebuasan Bibing. Pada tahun 2004, ia memperkosa anaknya yang lain, IR yang kini sudah berusia 17 tahun. Bertahun-tahun perbuatan bejatnya dilakukan dengan aman. Tapi akhir Juni 2008 lalu, kedua kakak beradik IR dan NM saling curhat tentang kelakuan ayah mereka hingga akhirnya kasus aib dalam keluarga terbongkar.

Seorang Wanita Muslim Dihukum Cambuk 200 Kali Oleh Pengadilan Akibat Diperkosa Beramai-ramai

JEDDAH – Diskriminasi seksual masih sering terjadi di Arab Saudi seperti kasus wanita muslim muda ini. Malang nian nasib wanita muda ini. Sudah diperkosa oleh sekelompok pria, dirinya malah dijatuhi hukuman cambuk oleh pengadilan.

Peristiwa memilukan ini menimpa seorang perempuan dari suku Syiah di Kota Qatif, Arab Saudi. Oleh pengadilan Saudi, wanita berusia 19 tahun itu dihukum cambuk 200 kali.

Wanita yang dirahasiakan identitasnya itu diculik dan diperkosa oleh 7 pria arab saudi yang biadab. Saat itu dia sedang bersama seorang pria yang bukan muhrimnya. Demikian seperti diberitakan harian Sydney Morning Herald.

Pengadilan Agama Saudi awalnya menjatuhkan hukuman cambuk 90 kali pada wanita malang itu. Sedangkan para pemerkosa dihukum penjara antara 10 bulan dan lima tahun. Pengadilan Agama Saudi beralasan, wanita itu juga harus dihukum karena dia berdua-duaan dengan pria yang bukan muhrimnya dan berhubungan seksual dengan pria yang juga bukan muhrimnya.

Namun pekan lalu, Dewan Pengadilan Tinggi Saudi memberikan hukuman yang lebih berat bagi korban pemerkosaan tersebut. Wanita itu dikenai hukuman cambuk 200 kali dan penjara 6 bulan. Sedangkan para pemerkosa divonis antara 2 tahun dan 9 tahun penjara, tanpa hukuman cambuk.

Pengadilan Agama Saudi bahkan mengambil tindakan disiplin terhadap pengacara korban, Abdul-Rahman al-Lahem. Dia dipaksa melepas kasus tersebut karena telah berbicara ke media.

Putusan yang berdasarkan hukum Islam Saudi yang ketat ini menimbulkan kritikan dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mencetuskan, sebagian besar orang akan terheran-heran melihat hal seperti ini terjadi.

Badan HAM internasional, Human Rights Watch yang berbasis di New York, AS telah meminta Raja Abdullah untuk mencabut semua tuduhan terhadap wanita tersebut. Bulan lalu, Raja Abdullah mengumumkan rencana untuk mengubah sistem peradilan di negeri itu.

Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura Terlibat Jual Beli Organ Dari Pasar Gelap

BATAM – Dua warga negara Indonesia diduga terlibat dalam kasus jual beli organ tubuh manusia berupa ginjal di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Kasus jual beli organ manusia itu diduga melibatkan sebuah sindikat kejahatan internasional.

Hal itu dikatakan Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Singapura Kemal Haripurwanto, Selasa (1/7). ”Ada dua WNI yang diduga terlibat dalam kasus jual beli ginjal di Singapura. Mereka direncanakan disidangkan Rabu (hari ini),” kata Kemal.

Sementara itu, pendiri Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, Iskandar Sitorus, mengungkapkan, kedua warga negara Indonesia (WNI) itu merupakan korban dari praktik sindikat kejahatan internasional di bidang kesehatan.

”Aparat penegak hukum di Singapura seharusnya tidak hanya menangkap dan mengadili kedua WNI itu, melainkan juga pelaku lain yang terlibat dalam jaringan jual beli organ tersebut,” kata Iskandar.

Menurut dia, praktik jual beli organ manusia itu sudah melibatkan jaringan sindikat.

”Ada orang yang mencari korban, membawa, dan menjemput korban. Selain itu, ada instruktur yang memberi pengarahan kepada korban. Bahkan, ada juga peran pengacara,” katanya.

Kemal menjelaskan, kedua WNI tersebut adalah Toni dan Sulaiman Damanik, berasal dari Medan, Sumatera Utara. Sulaiman merupakan orang yang akan mendonorkan ginjalnya di Rumah Sakit (RS) Mount Elizabeth, Singapura.

”Namun, Sulaiman belum sempat mendonorkan ginjalnya karena tertangkap,” katanya.

Kemal menambahkan, sebelum berangkat ke Singapura, di Medan ada orang yang mendekati dan membujuk Sulaiman agar mau mendonorkan ginjalnya. Imbalan yang diiming-imingkan sebesar Rp 150 juta. Setelah Sulaiman tertarik mendonorkan ginjalnya, keberangkatan dan akomodasi yang bersangkutan di Singapura pun diatur.

Setelah sampai di Singapura, menurut Kemal, Sulaiman dijemput oleh seorang warga negara Singapura. Kemudian dia dipertemukan dengan Toni— yang juga pernah mendonorkan ginjal—untuk mengurus donor ginjal di RS Mount Elizabeth.

Warga Singapura

Selain itu, menurut Kemal, ada seorang warga negara Singapura yang memberikan instruksi kepada Sulaiman untuk dapat menjawab berbagai persyaratan donor ginjal. Persyaratan itu antara lain tidak boleh mendonorkan ginjal atas dasar jual beli dan tidak boleh memiliki hubungan keluarga.

Dengan instruksi tersebut, menurut Kemal, Sulaiman pun dapat menjawab pertanyaan dan memenuhi berbagai persyaratan yang diajukan. Namun, Toni dan Sulaiman kemudian ditangkap pihak kepolisian Singapura tanggal 19 Juni 2008.

Kemal menambahkan, pihak Kedubes RI di Singapura telah mempersiapkan advokasi terhadap kedua WNI tersebut.

Densus 88 Anti Teror Menangkap Dua Anggota Al Jamaah Al Islamiyah Yang Menyimpan Bahan Peledak

PALEMBANG – Tim Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror, Selasa (1/7) pukul 15.00, menangkap dua warga Palembang, Wahyu (32) dan Fauzi (33), yang diduga terkait aktivitas terorisme. Penangkapan dilakukan setelah tim melakukan penggerebekan di Jalan Dwikora Nomor 2110, Palembang, Sumatera Selatan.

Pantauan Kompas, dalam penggerebekan itu Densus 88 menggunakan tiga mobil. Salah satunya berpelat B (Jakarta). Seusai penggerebekan, petugas memasang garis polisi (police line) di sekitar lokasi.

Warga baru bisa melihat rumah tersebut dari dekat setelah tim Densus meninggalkan lokasi pukul 16.30. Di halaman rumah yang terus dijaga tiga petugas keamanan itu, ada satu sepeda motor, sedangkan jendela dan pintu rumah tertutup rapat.

Bahan peledak

Sore itu, selain membawa Wahyu dan Fauzi ke Markas Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel), Tim Densus 88 juga mengamankan bahan peledak jenis potasium dan rangkaian elektronik yang diduga pemicu bom.

Kepala Polda Sumsel Irjen Ito Sumardi belum bersedia memberi keterangan terkait penangkapan kedua orang tersebut. Dia hanya mengatakan, Densus 88 selalu bekerja sendiri untuk menjaga kerahasiaan operasi mereka.

Informasi yang dihimpun Kompas dari pihak kepolisian Jakarta, bahan-bahan peledak yang diamankan Densus 88 di Palembang tersebut dipastikan milik anggota jaringan Al Jamaah Al Islamiyah (JI), yang selama ini anggotanya terlibat sejumlah perkara terorisme di Indonesia.

Menurut Ketua RT 01 Kelurahan 20 Ilir, Anang S, seusai dimintai keterangan sebagai saksi di Markas Brimob Polda Sumsel, Wahyu dan Fauzi sudah tinggal di rumah kontrakan, di Jalan Dwikora Nomor 2110, itu dua bulan. ”Rumah tersebut milik almarhum Rustam Alamsyah yang kini dikelola anak-anaknya,” katanya.

”Kebetulan saat saya diajak melakukan penangkapan, keduanya berada di rumah. Saya melihat polisi membawa sekantong bubuk putih yang diduga potasium dan seperangkat rangkaian elektronik yang diduga alat pemicu ledakan,” kata Anang.

Sulaiman, pemilik toko yang letaknya bersebelahan dengan rumah yang digerebek tersebut, sore itu salah seorang yang ditangkap berusaha melarikan diri. Namun, petugas langsung mengejar dan menangkapnya.

Sementara, seorang pedagang gado-gado di depan rumah yang digerebek tersebut, Yuni Astuti (34), mengatakan, kedua orang yang ditangkap polisi itu tergolong tidak aneh. ”Siang tadi salah seorang di antara mereka bahkan masih membeli gado-gado,” katanya.

Modal Berdagang Dirampok Tukang Hipnotis

BOGOR – Burhan (35) sangat sedih karena tidak dapat mewujudkan impiannya menjadi pedagang di Pasar Bogor. Uang modalnya, sebesar Rp 2,8 juta, hilang setelah berkenalan dengan tiga laki-laki di dalam bus yang Burhan tumpangi dari Sukabumi menuju Kota Bogor, Senin (30/6) sore.

Polisi menjumpai Burhan di Terminal Bus Baranangsiang dalam keadaan lemas dan linglung, Senin malam. Warga Kampung Pasir Angin, Desa Mekar Jaya, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi, tersebut diduga menjadi korban kejahatan dengan modus pelaku menghipnotis korbannya.

”Saya mulai merasa lemas dan bingung setelah orang yang duduk di samping menepuk pundak saya tiga kali. Waktu itu bus sudah mau masuk Ciawi,” kata Burhan di UGD RS PMI Bogor. Karena korban lemas dan pusing, polisi membawanya ke rumah sakit tersebut untuk mendapat pengobatan secukupnya.

Menurut Burhan, tiga penumpang bus mengajaknya bercakap-cakap sepanjang jalan. Ia melayani karena ketiganya bertutur kata sopan dan baik. Apalagi ketiganya mengatakan juga akan ke Pasar Anyar untuk mencoba berdagang sayuran, sebagaimana dirinya.

”Salah seorang dari mereka menepuk saya tiga kali sambil mengatakan hati-hati dengan orang yang baru dikenal kalau sedang merintis dagang. Eh, tidak tahunya mereka yang jahat, mengambil modal saya,” kata Burhan.

Dompet korban ditemukan Enjah (48), petugas kebersihan jalan, di taman di depan terminal. Di dalam dompet itu hanya ada KTP dan foto anak Burhan.

Burhan pun memutuskan untuk pulang kampung. Sebab, uang yang dimilikinya hanya Rp 86.000, kembalian ongkos naik bus. Uang tersebut selamat dari tiga penjahat itu karena Burhan menyimpan di saku bajunya.

”Uang segini (Rp 86.000) tidak cukup untuk modal dagang. Lebih baik saya pulang saja. Saya tidak tahu bagaimana mencari modal lagi untuk dagang. Uang yang mereka ambil itu adalah hasil saya menjual tanah warisan dari almarhum bapak saya,” katanya.

Kejadian seperti ini sebenarnya sudah berkali-kali menimpa warga yang tengah bepergian dengan menggunakan bus. Tidak hanya di Bogor, tetapi juga di Jakarta, terutama di Terminal Kalideres dan Pulo Gadung, penjahat dengan modus beramah-ramah dengan calon korbannya juga sering terjadi.

Korupsi Marak Dan Jamak Di Kalangan Wakil Rakyat Di DPR

JAKARTA – Tertangkapnya Bulyan Royan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Bintang Reformasi, merupakan konfirmasi atas dugaan tentang maraknya praktik korupsi di lembaga legislatif itu. Apalagi, ada wakil rakyat yang tertangkap tangan pula oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkap Bulyan, dan anggota DPR lain, perlu dilihat sebagai cara membersihkan dan memperbaiki citra DPR. ”Survei Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan, masyarakat menilai DPR sebagai salah satu lembaga terkorup. Tetapi, itu sulit dibuktikan sebelum KPK menangkap sejumlah anggota DPR yang diduga korupsi,” kata Tommy Legowo dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Selasa (1/7) di Jakarta.

Selain DPR, hasil survei yang dilakukan TII sejak tahun 2005 juga menunjukkan, lembaga yang dipersepsikan masyarakat sebagai terkorup adalah peradilan, partai politik, dan kepolisian.

Dua tersangka

Secara terpisah, setelah memeriksa selama semalam, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M Hamzah mengatakan, Bulyan ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap dari DS, rekanan pemenang tender pengadaan kapal patroli di Direktorat Perhubungan Laut Departemen Perhubungan (Dephub).

Saat meninggalkan KPK untuk dibawa ke rumah tahanan Polda Metro Jaya, Selasa pagi, Bulyan enggan memberikan komentar. Ia meminta wartawan bertanya kepada KPK.

Ketika ditangkap di Plaza Senayan, Senin sekitar pukul 17.00 di Plaza Senayan, menurut Chandra, tim dari KPK menemukan uang sebesar 66.000 dollar AS dan 5.500 euro atau sekitar Rp 607,2 juta (asumsi 1 dollar AS = Rp 9.200) dan Rp 79,75 juta (asumsi 1 euro = Rp 14.500) dari tangan Bulyan. ”Dia tertangkap tangan. KPK tidak menjebaknya,” ucap Chandra.

Uang itu diduga dari Dedi Suwarsono atau DS, Direktur PT BMKP. ”Modusnya, DS menitipkan uang itu di tempat penukaran uang asing dan BR (Bulyan Royan) mengambilnya. BR kami tangkap sesaat setelah mengambil uang itu,” papar Chandra.

Menurut Chandra, pemberian uang itu diduga terkait dengan posisi Bulyan saat menjadi anggota Komisi V DPR. Sejak pertengahan Juni lalu, Bulyan pindah ke Komisi I.

Selain menangkap Bulyan, Selasa sekitar pukul 07.00, KPK juga menjemput Dedi dari rumahnya di kawasan Permata Hijau, Jakarta. Semalam, Dedi juga ditetapkan sebagai tersangka. Sekitar pukul 23.10, saat meninggalkan KPK, Dedi tak mau berkomentar.

Kamaruddin Simanjuntak, advokat Dedi, menjelaskan, pemberian uang adalah fee yang biasa diberikan sebelum tender, besarnya 7-8 persen dari nilai tender. Fee diberikan kepada sejumlah anggota DPR dan pejabat Dephub.

Jejaring kompleks

Menurut Tommy, praktik korupsi di DPR membentuk jejaring yang amat kompleks sehingga tidak mudah mengungkapnya. Kesulitan pengungkapan ini masih ditambah oleh kuatnya posisi lembaga legislatif pada saat ini dan masih minimnya kontrol dari masyarakat. Korupsi di DPR kian diperparah oleh tingginya ambisi politikus untuk mendapatkan kekuasaan dan kekayaan.

Direktur Eksekutif Lead Institute Bima Arya menambahkan, tiadanya jenjang karier yang jelas dalam politik juga menjadi sebab maraknya korupsi di DPR. ”Untuk bisa duduk di DPR, sekarang lebih ditentukan kedekatan dengan pimpinan partai dan dana yang dimiliki, serta bukan prestasi. Ini membuat sebagian anggota DPR mencari harta sebanyak-banyaknya,” kata dia.

Dana yang besar dalam politik, lanjut dia, antara lain dibutuhkan untuk memperjuangkan nomor urut dan daerah pemilihan saat pemilu, memelihara pemilih, dan mengamankan posisi di partai.

Dengan keadaan seperti ini, kata Bima, pemberantasan korupsi di DPR tidak dapat hanya dilakukan dengan mengandalkan tindakan tegas KPK. Namun juga harus diiringi upaya lain, seperti perbaikan dalam perekrutan politik dan peningkatan kesadaran politik masyarakat sehingga mereka dapat lebih mengawasi kerja para wakilnya di parlemen.

Secara terpisah, Ketua DPR Agung Laksono, Selasa, menyesalkan terjadinya lagi kasus suap yang melibatkan anggota Dewan. Pimpinan DPR akan mengundang pimpinan fraksi untuk melakukan evaluasi total kerja DPR. ”Ini sudah yang kesekian kalinya. Pimpinan DPR ingin lembaga ini bersih,” katanya.

Seseorang itu bisa melakukan korupsi, kata Agung, didorong dua hal. Pertama, kebutuhan akan uang. Kedua, sistem yang longgar.

Agung mulai memikirkan untuk mengevaluasi fungsi budget DPR. Salah satu usulannya, pada masa mendatang, DPR tidak perlu lagi melakukan pengawasan sampai pada satuan tiga atau proyek, tetapi tahap program saja.

Menteri Perhubungan Jusman Syefii Djamal mengatakan, pihaknya sudah bertemu Ketua KPK Antasari Azhar. Dephub siap bekerja sama dengan KPK jika memang diperlukan untuk mengungkapkan kasus penyuapan anggota DPR dalam pengadaan kapal patroli itu.

TKW Indonesia Tri Lestari Dihukum 9 Tahun Penjara Karena Membunuh Majikan Yang Tua Renta

SINGAPURA – Seorang tenaga kerja wanita atau TKW Indonesia dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara di Singapura karena membunuh seorang perempuan berusia 70 tahun yang dia rawat. Demikian ujar pengacara pekerja rumah tangga itu, Selasa (1/7).

Tri Lestari (22), pekerja rumah tangga itu, mengakui di pengadilan tinggi hari Senin telah menyebabkan Choy Ah Moy mati lemas dengan sebuah bantal pada bulan Agustus 2007. Akan tetapi, dia mengatakan, perempuan itu telah menyiksanya, menurut The Straits Times.

Pengacara pembantu rumah tangga itu, Mohamed Muzammil Mohamed, mengonfirmasikan hukuman itu ketika dihubungi oleh AFP.

Lestari telah menyatakan diri bersalah melakukan pembunuhan tak direncanakan. Lestari terancam hukuman penjara, bukan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan.

Lestari baru bekerja selama 10 hari untuk Choy Ah Moy, seorang pasien ginjal, menurut The Straits Times.

Pembantu rumah tangga itu mengatakan, Choy memanggilnya ”anjing”, memukulnya dengan tongkat, dan merenggut makanan yang sedang dimakan Lestari, demikian tulis surat kabar tersebut, mengutip psikiater forensik Stephen Phang.

Psikiater itu mengatakan, peribahasa ”sebuah jerami yang mematahkan punggung unta” terjadi ketika Choy memukul Lestari di kepala.

Choy juga menyobek foto adik Lestari yang berusia 12 tahun, demikian pernyataan surat kabar itu.

Setelah membuat Choy mati lemas dengan bantal, Lestari menulis surat kepada majikannya itu mengenai penyiksaan yang dialaminya, meminta maaf, dan melarikan diri. Lestari mencoba bunuh diri, tetapi gagal, dan kemudian menyerahkan diri ke polisi.

Kasus Suap First Media Yang Melibatkan Petugas Pajak Yudi Hermawan, Agi Sugiono dan Raden Handaru Dilimpahkan Ke Kejaksaan

BANDUNG – Berkas kasus pencucian uang, terkait penyusutan pajak dan transfer dana senilai 500.000 dollar AS (lebih kurang Rp 4,6 miliar) ke rekening salah seorang pemeriksa pajak di Jakarta Utara, menurut rencana dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Rabu (2/7) ini.

”Semua berkas akan diserahkan kepada kami dan akan segera diproses,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Dadang Alex di Bandung, kemarin.

Secara terpisah, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Jabar Irjen Susno Duadji menjelaskan, akhir April lalu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencurigai transfer dana sebesar 500.000 dollar AS ke rekening Yudi Hermawan. Berdasarkan penyelidikan polisi, dana itu berasal dari penerimaan pajak.

Polda Jabar lalu meminta keterangan beberapa pihak, antara lain pejabat Inspektorat Bidang Investigasi Departemen Keuangan (Depkeu), Inspektorat Jenderal Depkeu, serta Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Manusia Ditjen Pajak.

Dari keterangan mereka, kata Susno, Polda Jabar semakin yakin, Yudi, yang bertugas sebagai pemeriksa pajak pada Kantor Wilayah DPJ Jakarta Utara, terlibat kasus pencucian uang.

Kepala Seksi Prapenuntutan Kejati Jabar A Rahman mengtakan, di dalam berita acara pemeriksaan terungkap Yudi adalah pemilik uang 500.000 dollar AS itu. ”Uang itu didapat Yudi setelah dia memeriksa pajak PT Broad Band Multimedia,” katanya.

Pada 6 Maret 2007, kata Rahman, uang itu didepositokan Yudi di BNI Cabang Karawang, Jawa Barat. Sebulan kemudian, deposito dicairkan dan sebagian uangnya ditransfer ke Agi Sugiono dan Raden Handaru (keduanya adalah anggota tim dalam pemeriksaan pajak PT Broad Band Multimedia).

Karena itu, dalam kasus ini, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang.

1.710 Polisi Ditindak Karena Melakukan Pelanggaran Pidana

SEMARANG – Sebanyak 1.710 polisi di wilayah hukum Polda Jawa Tengah sejak Januari-Mei 2008 ditindak, tiga di antaranya terpaksa dipecat, karena melakukan pelanggaran pidana dan disiplin.

Hal itu disampaikan Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Adang Rochjana seusai menjadi Irup HUT ke-62 Bhayangkara di Semarang, Selasa. Menurut dia, selain tiga polisi terpaksa dipecat, dua orang lainnya diberhentikan dengan hormat.

Disebutkan, mereka yang menjalani hukuman penjara lebih dari satu tahun sebanyak empat orang, sedangkan hukuman penjara di bawah satu tahun sebanyak lima orang.

Polisi dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Polda yang banyak melakukan pelanggaran adalah pelanggaran tata tertib sebanyak 973 orang, terdiri dari perwira pertama sebanyak 26 orang, bintara 920 orang, dan PNS sebanyak 27 orang.

Bupati Tangerang Ismet Iskandar Kelihatan Belang Setelah Terpilih Dengan Beraksi Bagai Preman Mengancam Akan Menggampar Yang Mengganggunya

TANGERANG – Bupati Tangerang, Ismet Iskandar dituduh mengintimidasi wartawan Sindo di Gedung DPRD Kabupaten Tangerang saat akan meminta konfirmasi, Senin (30/1) siang.

Informasi yang dihimpun, Denny Irawan, wartawan Sindo, saat itu tengah meliput rapat paripurna DPRD yang membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) yang dihadiri sejumlah Kepala Dinas, Sekda dan Bupati Tangerang.

Seusai rapat paripurna, Denny kemudian menghampiri Sekda Nanang Komara sebagai Ketua Badan Pengawas PDAM Tirta Kerta Raharja meminta konfirmasi soal isu bupati pinjam uang ke PDAM sebesar Rp9 miliar. Namun Nanang enggan berkomentar.

Denny pun bergegas mendekat ke Bupati Ismet dan disambut ramah. Ketika ditanya soal pinjaman itu, Ismet tak membantah. “Ya saya pernah minjam untuk Persita (sepak bola), itu pun sudah lama dan sudah lunas,” kata Ismet seraya bergegas keluar gedung DPRD.

Namun setelah itu Denny kemudian bertanya ke informasi adanya pungutan uang Rp75.000 untuk menebus dokumen lelang.

Saat Ismet akan naik kendaraan, Denny mempertegas kembali jawaban Ismet soal pinjaman uang ke PDAM, namun Ismet malah menjawab. “Euweh (bahasa Sunda), gua gampar luh,” damprat Ismet seraya menujuk Denny di depan banyak orang.

Tidak lama Kabag Humas Pemkab Tangerang, Awaludin dan Kepala Dinas Perhubungan Deden Sugandhi melerai Denny dan Saut wartawan Pos Metro. Awaludin mengatakan, bupati lelah karena sudah seminggu kurang tidur.

Ketua Pokja Wartawan Harian Tangerang Chandra Eka menyesalkan tindakan Bupati yang dianggap telah melanggar UU Pers No.40/1999. “Saya meminta agar Bupati Tangerang segera memklarifikasinya,” ucapnya.