”Konstruksi bangunan rumah membuat orang sulit masuk secara ilegal. Pengamanan lingkungan bagus. Hubungan antarkeluarga relatif tidak bermasalah. Maka, tinggal soal para pembantu dan sopir. Kami mulai bekerja dari sana,” tutur Kepala Satuan Kejahatan dengan Kekerasan, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro, Ajun Komisaris Besar Fadhil Imran, Sabtu (12/7).
Mulailah tim reserse gabungan Satuan Jatanras dan Polres Metro Jakarta Selatan menyelidiki mereka. Ketiga pembantu, yaitu Risti, Ana, dan Kusmiatun (23), serta seorang pengasuh anak, Sri Rustiningsih.
Merampok
Winston dan Lidwina adalah anak dan menantu Musherto (60) yang tinggal di Jalan Kartika Pinang, Pondok Pinang, Kebayoran Lama. Winston, siswa kelas II SMA Pangudi Luhur, dan Lidwina, istri Wendy (33) yang baru sebulan lalu melahirkan seorang anak, ditemukan tewas di lantai dua rumah Musherto.
Winston yang akrab dipanggil Winwin Kamis sore itu ditemukan di kamar, terkapar dan darah mengenang di lantai kamarnya dengan luka tusuk di dada kiri. Sementara Lidwina tewas di bak mandi dengan luka memar di dahi.
Sepanjang malam itu, belasan reserse bekerja di rumah Musherto. Awalnya polisi memeriksa intensif Rustiningsih. Ternyata ia bersih. Saat memeriksa Kusmiatun, tiba-tiba telepon seluler (ponsel) berbunyi. Polisi tetap mempersilakan Kusmiatun menerima panggilan itu, namun loudspeaker diminta dihidupkan.
Kusmiatun menerima panggilan ponsel dari adiknya. Sang adik bertanya, ”Katanya ada kejadian besar di rumah majikanmu, ya? Benar anak majikanmu tewas? Kok, bisa sampai seperti itu? Oya, Mas Falah (Ahmad Falah, 40, suami Kusmiatun) sudah berangkat ke Jakarta, Rabu lalu.”
Kusmiatun yang baru dua bulan bekerja di rumah Musherto pun mengaku, sepekan sebelum kejadian, ia dan suaminya berniat mencuri emas majikannya. Maklum, istri Musherto memiliki toko emas di Mangga Dua.
Versi Kusmiatun, suaminya, Falah, menggagas rencana tersebut setelah ia dan keluarganya di kampung terjerat utang. Uang untuk membeli susu pun habis. Mengandalkan gaji Kusmiatun yang hanya Rp 600.000 sebulan pasti tidak cukup.
Berangkatlah buruh bangunan yang sudah enam bulan menganggur itu ke Jakarta. Rabu (9/7) malam, pria asal Sumedang itu berangkat dari Cilacap dan tiba di Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Kamis (10/7) pagi.
”Pukul 12.50, Falah tiba di rumah majikan istrinya. Ia lalu bersembunyi di gudang garasi. Sekitar pukul 16.00, Falah naik ke lantai dua, masuk kamar Winwin, menikam dada kiri korban hingga tewas. Tak berapa lama, Lidwina memergoki Falah yang sedang membersihkan darah,” papar Kepala Polres Metro Jaksel Komisaris Besar Chairul Anwar,
Khawatir Lidwina bakal jadi saksi, Falah pun membunuh Lidwina. Kepalanya dibenturkan ke tembok. Tangannya diikat. Falah lalu membenamkan kepala Lidwina ke bak mandi untuk memastikan korban sudah tewas.
Falah lalu mengambil empat ponsel serta sebuah kamera digital merek Canon. Keempat ponsel dijualnya seharga Rp 1,1 juta. Falah ditangkap di rumah kawannya di kawasan Ciputat, Jumat (11/7), pukul 23.00.
Bukan ekonomi
Pengacara Musherto, Horas Sirait, menduga motif pembunuhan bukan ekonomi, tetapi balas dendam. ”Kami menduga, Falah tidak berniat merampok. Dia berniat membalas dendam. Wendy, suami mendiang Lidwina, mengatakan kepada saya, istrinya memang keras terhadap para pembantu dan sopir,” katanya.
Kalau Falah datang ke rumah klien saya untuk merampok emas, mengapa Falah tidak berusaha masuk ke kamar klien saya yang terletak di bawah? Kenapa justru ke lantai atas?
”Menurut hasil otopsi yang saya terima, bukan Winston yang tewas lebih dulu, tetapi Lidwina. Dugaan saya, Falah ingin membunuh Lidwina, tetapi ketahuan Winston. Winston melawan, dibunuh,” ujar Horas Sirait.