Daily Archives: Juni 26, 2008

Desi Masih Menyimpan Sprei Bekas Bercak Darah Perawannya dan Obat Kuat Serta Gel Pelumas Saat Diperkosa Pertama Kali Oleh Max Moein

JAKARTA – Bercak darah sebagai bukti keperawanannya, obat kuat viagra, jelly dan hand body menjadi alat Max Moein saat memerkosa mantan staf pribadinya, Desi Ferdianti di ruang kerja anggota Gedung DPR RI.

“Bercak darah masih saya simpan dan sudah saya tunjukkan ke Badan Kehormatan, bapak boleh saja membantah dan mengaku sudah tua tetapi saya masih simpan obat-obatan yang digunakan, bahkan masih ada sidik jarinya,” kata Desi Ferdianti didampingi pengurus LBH APIK dan anggota DPR Nursyahbani Katjasungkana di ruang wartawan Gedung DPR.

Anggota DPR, Max Moein yang dituduh memperkosa Desi dipanggil Badan Kehormatan DPR. Max membantah semua yang diungkapkan Desi saat dipanggil BK, dari pelecehan seksual maupun perkosaan.

“Dia membantah, dia menyebutkan usianya sudah 63 tahun sehingga libidonya sudah turun dan sulit ereksi, selain itu korban usianya masih 30 sehingga kalau mau bisa melawan dirinya,” kata Imam Suja’ di sela-sela pemeriksaan Max yang dilakukan secara tertutup.

Kalau pun terjadi hubungan seksual antara kedua orang tersebut, kata Suja’ menirukan, pemerkosaan itu didasari atas rasa suka sama suka sehinga kejadiannya pun bisa lebih dari sekali. “Ya itu intinya Pak Max membantah apa yang disampaikan korban,” tambah Suja’

SELALU DIANCAM
Lebih lanjut Desi mengatakan bahwa Max Moein yang saat itu adalah atasannya benar-benar menggunakan berbagai cara untuk memperdayai dirinya.

“Bapak itu pakai berbagai media mulai dari hand body, jelly, obat viagra dan macam-macam lagi,” katanya. “Saya sudah menolak bahkan melawan, tetapi selalu saja diancam dengan berbagai alasan lain karena Bapak memiliki koneksi kuat akhirnya saya pasrah.”

Desi mengakui, dengan kondisi sekarang ini bukan berarti dirinya tidak malu, bahkan bisa dibilang tak punya muka lagi. Tapi semua sudah terlanjur sehingga segala risiko harus ditempuh.

“Saya malu, semula saya inginkan selesai di internal BK saja, tetapi ternyata melebar ke mana-mana,” jelasnya.

Ditanya apa yang dinginkan dari Max, Desi mengatakan tidak ingin apa-apa kecuali pengakuan dan permintaan maaf kepada kedua orang tuanya.

“Itu saja yang saya inginkan, tetapi ternyata bapak membantah semua. Karena itu saat Bapak (Max) menelpon ke rumah, orang tua saya nggak mau bicara,” ujarnya.

Mahasiswa Atma Jaya Demonstrasi Karena Dibayar dan Bukan Untuk Kepentingan Rakyat

JAKARTA – Polisi menangkap dua pria yang diduga menjadi provokator aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR dan Kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta, Rabu (25/6). Keduanya adalah Jefri Silalahi (22) dan Andi (23).

Keduanya ditangkap di Taman Amir Hamzah, Jalan Tambak, Matraman, Jakarta Timur (Jaktim), Rabu petang. Keduanya tiba di Polda Metro Jaya pukul 18.30. Ketika turun dari kendaraan, Jefri dan Andi menutup wajahnya dengan kaus. Saat ditanya wartawan, mereka diam. Keduanya diduga mahasiswa dari salah satu universitas swasta di Salemba.

Menurut lima mahasiswa Jambi yang ditangkap polisi hari Selasa (24/6), mereka membagi-bagikan uang Rp 5 juta kepada sejumlah demonstran yang menjadi koordinator lapangan para demonstran. Kelima mahasiswa Jambi itu dan tiga pelajar telah dibebaskan polisi.

Sementara itu, malam harinya, pukul 20.00, di Stasiun Jatinegara, Jaktim, polisi kembali menangkap 26 mahasiswa demonstran yang hendak kembali ke Yogyakarta. Salah satunya adalah Agus, mahasiswa sebuah universitas di Yogyakarta. Agus adalah satu dari enam orang yang diduga provokator yang diburu polisi.

”Setelah Jefri, Andi, dan Agus, tinggal tiga provokator lagi yang kami buru,” kata Kepala Satuan Keamanan Negara, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Tornagogo Sihombing.

Tornagogo mengatakan, dari 16 orang yang ditangkap pada Selasa lalu, polisi masih menahan delapan orang.

Pos polisi dicoret-coret

Rabu malam, sekitar pukul 20.30, dua bus penuh berisi demonstran berjaket warna-warni tiba-tiba mendatangi pos polisi di Bundaran Senayan di mulut Jalan Jenderal Sudirman untuk berunjuk rasa. Empat polisi yang berjaga di pos segera menyelamatkan diri karena khawatir massa akan anarkis. Massa lalu mencoret-coret pos dengan tulisan ”pembunuh” di berbagai sisi pos. Kabel-kabel CCTV juga dicabut sehingga sempat tak berfungsi. Ketika sejumlah polisi dari Polda Metro Jaya datang, massa kabur ke arah Universitas Moestopo yang berjarak sekitar 200 meter dari Bundaran Senayan. Polisi sempat menangkap satu orang dari massa.

Petugas keamanan Universitas Moestopo, Sutikno, mengatakan, saat kejadian itu, di Moestopo sedang digelar pertunjukan musik. Sutikno mengaku mendengar suara tembakan beberapa kali, lalu pertunjukan dihentikan.

Dia menambahkan, tak lama kemudian, sekitar 40 mahasiswa memakai jas mirip almamater perguruan tinggi berwarna oranye, kuning, dan biru berlarian melintasi depan kampus. Namun, mereka dilarang masuk karena dianggap bukan mahasiswa Universitas Moestopo. ”Kami khawatir mereka akan ganggu kuliah malam yang sedang berlangsung,” ujar Sutikno.

Beberapa kelas Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen menggelar kegiatan belajar-mengajar mulai pukul 19.00

Korban Penculikan Oleh Polisi Kembali Dengan Penuh Luka

DELI SERDANG – Sehari setelah pertemuan Komisi A DPRD Sumut, Kepolisian Daerah Sumut, dan BPN Sumut dengan warga Desa Durin Tonggal, Kecamatan Pancur Batu, Deli Serdang, Sastra Paranginangin (35), warga yang diculik orang tak dikenal, pulang. Sastra tiba di rumah pada Rabu (25/6) pagi dengan luka dalam.

Rabu siang, istri dan ibu korban didampingi tetangga-tetangga korban melaporkan kejadian yang menimpa Sastra ke Polda Sumut.

Sastra dengan terbata-bata bertutur, pada Senin pagi sekitar pukul 03.30 rumahnya di Dusun IV, Kutalepar, Durin Tonggal, digedor orang.

Ia kemudian diseret orang yang mengaku petugas Polsek Pancur Batu. Korban dinaikkan mobil angkutan KPUM warna kuning yang memiliki bukaan pintu dari belakang. Namun, dia tak tahu nomor polisi mobil itu.

Sastra mengaku dibawa ke sebuah pondok di Pasar 11 Pancur Batu. Di tempat itu, ia dipukuli oleh delapan orang. Setelah itu korban dibawa ke Kompleks Kebun Binatang Kota Medan. Saat di pondok di Pasar 11, Sastra mengaku sempat ditodong pistol, kemudian pistol diledakkan di telinganya.

Di Kompleks Kebun Binatang Medan, ia kembali dipukuli dan ditenggelamkan di kolam. Korban diminta menunjukkan tempat Econ Purba, tetangga korban yang masuk daftar orang yang dicari pascatertembaknya Kepala Polsek Pancur Batu. Akan tetapi, korban mengaku tidak tahu.

Saat penculik menawarkan mi instan, Sastra minta borgolnya dibuka. Saat borgol dibuka itulah ia melawan dan bisa melarikan diri.

Ia mengaku bersembunyi di kebun jagung di dekat Durin Tonggal dan sempat pingsan. Saat sadar, ia melihat banyak orang kumpul di Balai Desa Keloni, termasuk anggota DPRD dan polisi.

”Saya tidak berani keluar, saya tunggu malam. Baru pagi saya kembali pulang,” tutur Sastra yang mengaku masih sangat pusing itu.

Rahang Sastra bengkak dan ia demam. Ia juga mengatakan dadanya sakit, merasa sesak napas, dan kaki kirinya sakit. Istri Sastra, Iyut br Tarigan (30), mengatakan, Sastra pulang dengan sempoyongan.

Menurut Eni br Tarigan yang menemani korban berobat, petugas kesehatan di Klinik Milala Mas, Medan, menyatakan korban terkena luka dalam. Klinik Milala merupakan tempat korban memeriksakan diri untuk pertolongan pertama.

Kepala Unit Jatanras Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Darwin Sinaga yang menemui korban di halaman Polda Sumut akhirnya meminta korban pulang. Korban diminta memeriksakan diri ke rumah sakit. Setelah sehat, baru kembali melapor ke Polda Sumut.

Tidak percaya

Kepala Bidang Humas Polda Sumut Ajun Komisaris Besar Baharuddin Djafar mengatakan, setelah pertemuan dengan warga, Selasa siang, dirinya sudah tahu korban kembali. Namun, yang bersangkutan tidak bersedia melapor ke polsek karena sudah tidak percaya ke polsek.

”Sebenarnya lebih bagus kalau ditangangi polsek, tetapi ke polda juga tetap kami terima,” kata Baharuddin. Namun, saat dikonfirmasi, Sastra mengatakan tidak pernah bertemu dengan polisi atau siapa pun sebelum pulang ke rumah

Syarat Lulus Ujian Nasional Adalah Ditiduri Hansip

BEKASI – Sebagai Danton (komandan pleton) Hansip, rupanya Na, 45, tak tahan melihat hal-hal yang sip. Dengan terapi ritual agar lulus ujian, dia mencabuli seorang siswa SMP di Bekasi. Tapi akibat ulahnya pula, rumah Hansip mesum itu rusak diamuk massa.

Peristiwa ini terjadi Selasa malam (24/6) di Karangbahagia. Na sendiri kabur entah ke mana, tapi perabot rumahnya hancur diacak-acak massa. Kalau saja polisi Polsek Cikarang tak segera tiba, niscaya rumah oknum Hansip ini jadi abu dibakar warga.

HADAPI UAS
Menurut keterangan, pada 12 Juni lalu 12 siswi SMPN yang baru saja mengikuti Ujian Nasional (UN), akan menghadapi Ujian Akhir Sekolah (UAS). Entah siapa yang menunjuk Na, semua siswa dikumpulkan di ruang komputer dan diajarkan ritual bagaimana cara supaya lulus UAS. “Mereka diberi minum air oleh Na,” kata Nean, satu orang tua siswi.

Belakangan ada satu siswi yang ditaksir Na. Sebut saja Melati, 14. Otak Na pun langsung ngeres. Hampir setiap hari dia mendatangi rumah Melati, dengan dalih memberikan semacam minuman. “Katanya agar anak saya bisa lulus ujian,” tutur janda tiga anak ini.

Selama melakukan ritual ayah dua anak ini tidak sendiri, tetapi selalu ditemani Luk, yang mengaku menjabat sebagai wakil kepala sekolah. Tapi pihak keluarga tidak tahu apakah Luk terlibat. “Soalnya Na selalu berdua dalam ritual tersebut,” imbuh Naran, 35, paman Melati.

Sejak mengikuti ritual dengan cara mengaji dan membaca huruf-huruf arab, Melati keponakannya itu jadi lain. Selain memberi minuman khusus, sang Danton ini juga meminta Melati harus dirajah (dijamah) dalam menjalani ritual tersebut. “Dia sempat teriak, saat dijamah dalam kamar,” tutur ibu korban, Ny Damih.

Sejak itu tingkah korban berubah, murung dan tidak mau makan. Kemudian ketika diajak bicara dia malah ngomong ngelantur. Kecurigan keluarga Melati bertambah, setelah Na dan Luk tidak muncul lagi, “Kami ini orang susah, kalau memang sudah terjadi biarlah dimusyawarahkan,” tutur Naran, paman Melati.

Keluarga Ny. Damih pernah mendatangi rumah lelaki asal Haurgeulis (Indramayu) ini untuk minta tanggungjawab. Tapi niat baik keluarga korban tidak digubris, sehingga akhirnya terjadi penyerangan terhadap rumah pelaku. Polsek Cikarang kini sedang mengusut kasusnya dan membawa korban ke RS untuk di visum.

Janda Muda Dibunuh dan Dikubur Ditempat Pembibitan Ikan

SUKABUMI – Irmayanti,22, janda muda, warga Kampung Cigadog, RT 02/012, Kelurahan Dayeuh Luhur, Kota Sukabumi ditemukan tewas, terkubur di tempat pembibitan ikan tak jauh dari rumahnya.

Pemilik pembibitan ikan, Dsp, diduga menjadi pelaku pembunuhan itu dan kini buron. Sedangkan korban dilaporkan hilang sejak Sabtu lalu.

Penemuan mayat diawali kecurigaan warga sekitar adanya bau menyengat. Setiap melewati loksi pembenihan ikan, bau itu tercium lebih menyengat.

Warga kemudian melihat gundukan tanah yang tak wajar di salah satu sudut pembenihan tu. Ketika tanah atasnya disingkirkan, menyembul bagian belakang tubuh manusia.

Petugas Polsek Warudoyong yang mendapat laporan, kemudian melakukan penggalian. Ternyata mayat tersebut Irmayanti alias Entin, si janda muda kampung itu yang dilaporkan hilang.

Mayatnya dievakuasi lalu dikirim ke RSU PMI Bogor untuk otopsi. Sejumlah warga menyebutkan bahwa korban terakhir terlihat pada Jumat malam bersama dengan Dsp memasuki lokasi pembibitan ikanitu. Sejak itulah korban tak pernah kelihatan lagi, begitu pula dengan Dsp.

Warga juga menduga, antara korban dengan Dsp terlibat hubungan intim dan bisnis. Kapolresta Sukabumi, AKBP Rudi Antariksawan mengatakan, petugas tengah melakukan pengejaran terhadap pelaku.